Selasa, 10 September 2013

Mereka yang Terpilih di Arena Munas

Munas III Forum Lingkar Pena 2013 yang berlangsung di Hotel Green Villas, Kuta, Bali, dari tanggal 30 Agustus – 1 September dan dihadiri delegasi dari wilayah sedunia, berhasil mengeluarkan beberapa keputusan penting, di antaranya adalah penetapan ketua baru. Demikian dikatakan Sekjen FLP 2013-2017 Afifah Afra Amatullah dalam keterangan tertulisnya pada Ahad (8/9).

Sinta Yudisia Wisudanti, seorang penulis lebih dari 40 judul buku yang juga mantan ketua FLP Wilayah Jawa Timur, terpilih secara demokratis melalui mekanisme voting, mengungguli kandidat lain, yakni Habiburahman El-Shirazy, Intan Savitri dan Yanuardi Syukur.

Tak seperti pemilihan ketua pada berbagai parpol dan organisasi yang kerap berlangsung ricuh, suasana pemilihan ketua baru di Munas FLP itu justru berlangsung dengan riang gembira dan penuh dengan aneka humor segar. Suasana santai, namun tetap serius, dikenal sudah mentradisi di organisasi literasi yang beranggotakan ribuan orang ini.

“FLP ini bukan partai politik, yang segala sesuatu dinilai dengan angka,” ujar Gola Gong, salah satu sesepuh FLP yang juga budayawan asal Banten.

Terkait dengan terpilihnya sebagai ketua umum, Sinta Yudisia mengatakan, “Pergantian pemimpin dibutuhkan untuk revitalisasi dan bukti keberhasilan suatu organisasi mengkader anggota. Siapapun kita, harus siap memimpin, seiring usia kematangan.”

Sinta Yudisia, Ketum FLP 2013-2017
Selain itu, Munas III juga berhasil menetapkan 7 anggota dewan pertimbangan FLP, yakni Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Intan Savitri (Izzatul Jannah), Maimon Herawati, M. Irfan Hidayatullah, Gola Gong dan Habiburahman el-Shirazy. Ketua dan Dewan Pertimbangan, akan bertugas hingga 2017.

Akan tetapi, AD/ART terbaru yang disahkan di munas, menyebutkan bahwa Dewan Pendiri dan mantan ketua, secara otomatis akan menjadi dewan pertimbangan. Sehingga bisa dipastikan, 5 nama anggota Dewan Pertimbangan, yakni Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Intan Savitri (Izzatul Jannah), Maimon Herawati, M. Irfan Hidayatullah akan selalu menghiasi FLP ke depan.

“Ini sebagai salah satu upaya, agar tidak terjadi ahistoris di FLP,” jelas Helvy Tiana Rosa, pendiri sekaligus ketua pertama FLP.

Beberapa keputusan penting munas lain adalah perubahan AD/ART yang dibahas di Komisi A, Sistem Kaderisasi yang dibahas di Komisi B, serta Sistem Bisnis dan Advokasi yang dibahas di Komisi C. Ketiga rumusan penting itu, akan menjadi rambu-rambu bagi kepengurusan FLP dengan masa bakti 2013-2017.

PENA AWARD 2013
Serangkaian dengan acara munas adalah penganugerahan Pena Award, yang juga menjadi tradisi FLP sejak 2002. Peraih anugerah Pena Award 2013 adalah Sinta Yudisia (novel terpuji, Takhta Awan), Benny Arnas (Kumpulan Cerpen Terpuji, ‘Bulan Celurit Api’), Yanuardi Syukur (Non Fiksi Terpuji, ‘Terapi Kejujuran’), Afifah Afra (Penulis Terpuji), Masdar Zainal (Penulis Pendatang Baru Terpuji), Syukur A. Mirhan (Puisi Terpuji, Rembulan Pun Melapuk di Reranting Perak), FLP Jambi (FLP Wilayah Terpuji) dan FLP Depok (FLP Cabang Terpuji).

Yang cukup menarik pula, acara penganugerahan Pena Award ini juga dihadiri oleh aktor Cholidi Asadil Alam dan salah seorang komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Azimah Soebagjo. Lebih jauh, Azimah Soebagjo menyatakan siap bekerja sama dengan FLP khususnya dalam program literasi media yang digagas oleh KPI. [flp/afra/maimonh]

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201313.48.00

Ketika Digit Bertasbih; Rupa Acara Munas FLP

Forum Lingkar Pena (FLP), organisasi penulis terbesar di tanah air kembali menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) ke-3. Kali ini diadakan di Hotel Grand Villas, Jl Dewi Sartika, Tuban, Bali. Acara berlangsung mulai dari 29 Agustus  sampai 1 September 2013.

Banyak acara yang digelar dalam event kali ini. Di antaranya adalah seminar nasionl “Quo Vadis Penulis Era Digital”. Pada acara ini pembicara yang hadir di antaranya Staf Ahli Menkominfo Mabruri, Ir Harry Aviadi Achmad, MM (GM Government & Edication) Telkom Indonesia, Oka Rusmini (sastrawan Bali) dan Habiburrahman  El Shirazy penulis novel Ayat-ayat Cinta.

Seminar ini sengaja dipersiapkan untuk memberikan pencerahan kepada penulis, khususnya anggota FLP agar siap menyongsong karir kepenulisan di era digital.  Tujuannya, selain penulis bisa menulis melalui media teks (buku, koran, majalah) kelak juga turut aktif mewarnai karya dengan menjadi penulis karya bahan siaran “untuk ditonton”. Sehingga penulis bisa ikut berkecimpung dalam dunia kepenulisan pertelevisian maupun perfilman. Begitu juga menulis untuk  konsumsi digital, salah satunya melalu penerbitan karya buku elektronik (e-book). FLP sendiri telah menjalankan model bisnis serupa melalui kerjasama dengan Toko Buku Digital QBaca.com Telkom.

Selain acara tersebut, juga digelar event “Travel Writing” yang diselenggarakan di Pantai Jerman, Bali. Dengan topik #SuaraPenulisUntukIndonesia, peserta beramai-ramai menulis melalui media sosial (Twitter) sambil me-mention akun twitter Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (@SBYudhoyono). Peserta menulis tentang keluh kesah, harapan, solusi dan segala hal yang terkait dengan dunia kepenulisan dan perbukuan di tanah air. [flpnet/yons]

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201313.39.00

Kamis, 05 September 2013

#SintaYudisia @penasinta: "Kita Belajar Menyayangi dan Menghormati, Apapun Perbedaan Kita" | Pidato Ketum @FLPOke (5/5)

oleh Sinta Yudisia

Ada banyak kepala
Ada banyak pengalaman.
Ada banyak pikiran.

Pernahkah anda makan sarapan pagi bersama ayah ibu dan saudara-saudara, atau suami dan anak-anak, lalu semuanya senang memakan telur ceplok? Selalu ada yang suka ceplok, dadar, scrabble, rebus, tak suka kuning telur, atau bahkan tak suka telur.

Dalam 1 keluarga ada perbedaan. Dalam 1 RT ada perbedaan. Dalam 1 RW ada perbedaan. Dalam 1 kelurahan ada perbedaan. Apalagi dalam 1 organisasi yang melintasi budaya, geografis, perbedaan latar belakang, usia, pendidikan, dan segala macam hal yang mewarnai karakter manusia.

Perbedaan madzhab, partai politik, kebiasaan, tentu bukan menjadi alasan bagi kita untuk enggan berinteraksi sosial apalagi enggan berbagi ilmu dan pengalaman. Dalam Forum Lingkar Pena, kita akan bertemu madzhab Syafii, Maliki, Hanafi, Hanbali. Dalam FLP kita akan bertemu garis kanan, garis tengah, garis kiri. Dalam FLP ada yang berjilbab lebar berjubah, ada yang memakai rok dan syal modis, ada yang memakai celana jins dan kerudung kaos.

Di FLP ada yang suka murottal, ada yang suka nasyid, ada yang suka dangdut, ada yang suka music rock dan klasik. Di FLP ada yang halus, ramah, lemah lembut; ada yang konyol, kocak dan lucu; ada yang kaku, sangar, judes, jutek. Ada beragam partai, ada beragam afiliasi pada figur tertentu.

Tak akan pernah manusia memiliki satu pemikiran.

Tetapi itu sudah final dalam Al-Quran surat 49 ayat 13, bahwa selamanya manusia akan berbangsa-bangsa. Bersuku-suku. Dengan tujuan untuk saling mengenal, bekerja sama, saling memahami.

Di FLP, kita akan belajar dengan kehalusan sastra, kedalaman makna, kekayaan diksi, kebijakan filosofi, bahwa setiap yang terjadi dalam hidup ini adalah proses panjang yang membutuhkan perenungan. Dan ketika manusia berhasil menafsirkan, akan muncul beragam interpretasi.

Dalam literasi, kita mencoba memaknai semua dengan kehalusan budi pekerti, dan menampilkannya dengan keindahan kata. Dalam literasi, kita persedikit fitnah, hate speech, cover one side.

Dalam Forum Lingkar Pena, kita akan belajar menyayangi dan menghormati, apapun perbedaan kita. Tak ada tempat untuk kedzaliman, kekejian, kejahatan. Ketika kita dilanda benci dan kerisauan, kita akan memilih qoulan kariman, qoulan layyiinan; kata-kata paling baik dan paling istimewa untuk dilontarkan yang muncul dari kedalaman sanubari terdalam, sanubari yang senantiasa dihiasi lantunan doa-doa keramat dan jalan rahasia menuju Tuhan.

Kenapa kata terbaik, kalimat terindah?
Sebab kita adalah sastrawan.
Kamu, aku, kita, adalah bagian literasi. Dan, puisi indah ini untuk kita.

“(Mesin ketik) adalah sesuatu yang mirip denganku : terbuat dari besi
Namun mudah rusak di perjalanan
Dibutuhkan kesabaran dan budi bahasa yang besar
Serta jemari yang lembut, untuk menggunakan kami”

(Friedrich Nietzche)

Kita akan menggunakan kata-kata paling berbudi, untuk merengkuh perbedaan manusia.
Selamat bergabung dalam gerbong kebaikan literasi . Engkau adalah gerbong yang menghubungkan masa lalu dan masa depan
( Syaikh Ahmad Ar Rasyid).

***

Tulisan ini termasuk dalam seri pidato Ketua Umum FLP 2013-2017, Sinta Yudisia, yang berisi 5 point penting :
1. Doa
2. Ketum FLP terdahulu & tim
3. Pergantian pemimpin
4. Kesempatan belajar & beramal
5. Perbedaan

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201320.15.00

#SintaYudisia @penasinta: "Menerima Amanah Memang Berat, Tapi InsyaAllah Bersamanya Ada Pertolongan Allah" | Pidato Ketum @FLPOke (4/5)

oleh Sinta Yudisia

Saat suatu amanah ditawarkan, kita seringkali dihantui hadits yang kurang lebih demikian, “bahwa pemimpin yang adil akan masuk surga, pemimpin dzalim akan diharamkan aroma surga. Pemimpin adil termasuk dalam 7 golongan yang dilindungi Allah SWT di yaumil akhir nanti.”

Hadits ini demikian populer sehingga mengabaikan hadits-hadits yang lain, yang kurang lebih makna-maknanya sebagai berikut :

“Satu hari pemimpin yang adil jauh lebih lebih besar nilainya dibanding 60 tahun ibadah orang biasa.”

“Allah menyukai manusia yang terlibat urusan-urusan besar, bukan sekedar perkara remeh.” (salah satu urusan besar adalah perkara ummat)


Memang, mengerikan bila pemimpin menjadi dzalim, karenanya dibutuhkan kerja tim yang saling mengingatkan dan menguatkan agar dampak weapon effect tidak menimpa pemimpin. Secara manusiawi, pemimpin akan menjadi otoriter akibat hal-hal yang melekat padanya: pujian, rasa segan, peluang finansial, status, dan hak prerogatif.

Menjadi pemimpin, menerima amanah, adalah mengambil peluang-peluang untuk belajar banyak hal sekaligus mengamalkannya: bagaimana membagi waktu hingga detik, bagaimana mengatur jadwal, bagaimana berusaha menata emosi, bagaimana mencoba mendengar dari bawah hingga ke atas, termasuk bagaimana meningkatkan kapasitas diri dalam segala hal.

Menjadi pemimpin dan timnya adalah kesempatan untuk beramal besar.

Saat Munas kemarin, ketika kita tertidur nyenyak dan makan lahap, tidakkah terpikir berapa besar pahala Sie Konsumsi dan Sie Akomodasi? Mereka bukan saja membantu musafir, mujahid; di setiap nasi yang kita telan ada jerih payah panitia yang insyaAllah tak akan luput dari pencatatan Roqibun Atiid. Setiap nasi yang meluncur, setiap detik yang berlalu, setiap detak yang berjalan adalah puji-pujian bagi setiap pelaku kebaikan: semoga dilipat gandakan oleh Allah keberkahan hidupnya.

Maka, siapa yang tidak tertarik untuk bersama-sama memikul amanah?

Ketika hati dukalara akibat kesulitan finansial, atau jodoh, atau keturunan, atau tipu muslihat, atau perilaku manusia dan instansi; manusia dapat mengadu kepada TuhanNya dengan bekal segala pengorbanan yang ia punya. Tidak untuk bersikap pamrih, atau balas budi pada Tuhan. Tentu kita masih ingat peristiwa orang-orang sholih yang terjebak dalam gua, kemudian mereka menyebutkan satu demi satu amal yang pernah dilakukan. Subhanallah, batu besar bergeser dan mereka terlepas dari kesulitan.

Saya pribadi, seringkali berani menerima amanah dakwah sebab merasa tak punya amalan berarti untuk menagih janji pada Tuhan. Pada saat-saat sulit, kritis, seringkali doa terlontar,
“Ya Allah, tidaklah kuhabiskan uangku untuk maksiat di jalanMu, maka bukakan pintu-pintu rizqi. Ya Allah, tidaklah kuhabiskan waktuku untuk maksiat di jalanMu, maka jagalah keluargaku, anak-anakku, suamiku. Ya Allah, tidaklah kuhabiskan hidup ini untuk menentangMu, sementara aku demikian kesulitan membagi waktu, membagi jadwal, maka penuhilah hajat-hajatku, bantulah aku…”

Ya. Menerima amanah memang berat, tetapi insyaAllah bersamanya ada pertolongan Allah terentang. Maka, bagi teman-teman yang bersemangat membantu tim FLP 2013 -2017 ke depan, fastabiqul khoirot!

Ayo, bergabung bersama gerbong literasi, mencerahkan ummat ini.
“Saya mau jadi tim humas!”
“Saya mau jadi tim dana!”
“Saya mau jadi tim divisi kritik sastra!”


Untuk sementara ini, belum tersedia gaji pagi para penggerak FLP. Tapi jangan khawatir. Ketika kita berdakwah, melakukan kebaikan, kita tetap bisa meminta gaji.

“Ya Allah, aku bekerja padaMu. Maka gajilah aku dengan yang jauh lebih hebat dari manusia menggajiku. Mereka hanya bisa menggajiku 500 ribu, atau 1 juta, atau 1M. Tapi Engkau sanggup memberi lebih.”

Tentu, ke depan, FLP ingin mampu memberikan uang lelah kepada teman-teman sebagai pengganti bensin dan pulsa, seiiring kemapanan organisasi ini mengelola setiap perangkat-perangkatnya, termasuk perangkat bisnis usaha sehingga dapat menyediakan dana cukup bagi roda organisasi.


***

Tulisan ini termasuk dalam seri pidato Ketua Umum FLP 2013-2017, Sinta Yudisia yang berisi 5 point penting :
1. Doa
2. Ketum FLP terdahulu & tim
3. Pergantian pemimpin
4. Kesempatan belajar & beramal
5. Perbedaan

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201320.04.00

#SintaYudisia @penasinta: "Siapapun Kita Harus Siap Memimpin, Seiring Usia Kematangan" | Pidato Ketum @FLPOke (3/5)

oleh Sinta Yudisia

Pergantian pemimpin dibutuhkan untuk revitalisasi dan bukti keberhasilan suatu organisasi mengkader anggota.

Hal yang lumrah saat pemimpin dipergilirkan dari satu orang ke orang yang lain, dari satu kaum ke kaum yang lain.

Siapa tahu Munas 2017 dipimpin oleh pak Khairani – Banjarmasin, atau Fadhli – Medan, atau Ganjar/Solli dari Yogyakarta, atau Fakhrul- Makassar (Papua) , atau Alimin – NTB, atau Doddy – Padang, atau Fauzul Ilmi – Lampung (?) – atau Benny Arnas (Lubuklinggau), atau Syahrizal/Lukman Hadi – Jawa Timur, atau Yanuardi Syukur – Maluku Utara, atau Bang Aswi/Wildan – Jawa Barat.

Siapapun kita harus siap memimpin, atau memikul amanah, seiring usia kedewasaan dan kematangan. Bila semakin bertambah usia kita tidak memasuki tahap Generativity atau tahap keinginan untuk melakukan sesuatu dalam lingkup sosial – maka ada yang salah dalam perkembangan kepribadian kita.

Usia matang ditunjukkan dengan keberanian menghadapi masalah, menghadapi peluang, menghadapi tantangan. Jadi, siapkan dirimu menjadi pemimpin di masa yang akan datang!

***

Tulisan ini termasuk dalam seri pidato Ketua Umum FLP 2013-2017, Sinta Yudisia yang berisi 5 point penting :
1. Doa
2. Ketum FLP terdahulu & tim
3. Pergantian pemimpin
4. Kesempatan belajar & beramal
5. Perbedaan

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201319.50.00

#SintaYudisia @penasinta: "Kerja Optimal saat Dibantu oleh Tim yang Solid" | Pidato Ketum @FLPOke (2/5)

oleh Sinta Yudisia

Mbak Helvy menghantarkan FLP menjadi lokomotif literasi. Kang Irfan menghantarkan FLP menjadi komunitas yang lebih solid dan religius. Mbak Intan Savitri menghantarkan FLP lebih matang mengelola organisasi dan peluang-peluang bisnis.

Di belakang mereka, berdiri sekian banyak orang yang membantuu membesarkan organisasi. Tak mungkin para Ketum mengurusi -- misalnya, agenda Munas – sendirian, mulai dari mempublish acara hingga mencari dana.

Ada Mbak Rahmadiyanti Rusdi yang terkenal kepiawaiannya sebagai Sekjen.

Ada Nurbaiti Hikaru yang terkenal sebagai Seksi Danus. Ada Koko Nata dan Denny Prabowo sebagai Tim Rumah Cahaya.

Di Munas kali ini, Humas diampu oleh Yons Achmad yang mengelola website hingga souding keluar.

Di luar nama yang bisa diingat, satu acara melibatkan demikian banyak relawan yang siap bekerja dengan visi misi tertentu.

Saya hanya sempat bertemu dengan beebrapa panitia FLP Jakarta : Pita, Yusi, Wiwiek, Ali Musafa, Lukman “are you ready?”, Ilham, Vira, dan lainnya. Panitia FLP Bali : Wiwid, Mike…dan lainnya.

Selalu ada kelebihan dan kekurangan dalam diri seseorang. Nobody’s perfect. Karena itu, kekurangannya dapat ditambal dengan kerja tim. Sebagaimana Abubakar ra yang lemah lembut didampingi Khalid bin Walid ra yang keras, Umar bin Khathab ra keras didampingi Abu Ubaidah Ibn Al Jarrah yang lembut.

Maka, saya dengan segala kekurangan yang ada insyaAllah dapat bekerja optimal saat dibantu oleh tim yang solid, amiin.

***

Tulisan ini termasuk dalam seri pidato Ketua Umum FLP 2013-2017, Sinta Yudisia yang berisi 5 point penting :
1. Doa
2. Ketum FLP terdahulu & tim
3. Pergantian pemimpin
4. Kesempatan belajar & beramal
5. Perbedaan

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201319.38.00

#SintaYudisia @penasinta: "Dengan Doa, Cinta kan Meluncur Lewat Lorong-lorong Rahasia" | Pidato Ketum @FLPOke (1/5)

oleh Sinta Yudisia

Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh.

Ba’da tahmid dan shalawat.

Teman-teman FLPBisa!, kawan literasi semua, Alhamdulillah MUNAS 3 FLP berlangsung lancar dalam limpahan perlindungan, ramhat, barakah dan rizqi Nya. Berikut saya sampaikan uraian pidato perdana ketua umum FLP 2013-2017, yang disampaikan pada Sabtu malam 31 Agustus 2013. Pidato singkat ini sudah saya sampaikan, kali ini dilengkapi dengan uraian. Semoga pidato ini memberikan manfaat ilmu, pencerahan bagi kita semua.

Pidato kali ini berisi 5 point penting :
1. Doa
2. Ketum FLP terdahulu & tim
3. Pergantian pemimpin
4. Kesempatan belajar & beramal
5. Perbedaan

1. Doa
Doa adalah intisari ibadah. Doa adalah senjata orang-orang yang yakin dan percaya. Secara pribadi saya punya buku list doa, baik berisi daftar doa keinginan saya pribadi maupun nama-nama orang-orang yang saya doakan. Semoga ini bukan berarti riya, tetapi sharing kepada teman-teman tentang betapa ajaibnya doa. Betapa doa ini juga seringkali kita tinggalkan.

Mendoakan diri sendiri dan orang lain secara definitive, memiliki makna keseriusan dan kedekatan. Bila kita ingat, atau sesekali melihat film klasik tentang kerajaan zaman dahulu baik di Indonesia , China, Jepang, dll, rakyat yang menghadap raja mereka seringkali berkata , “Salam untuk Yang Mulia. Semoga berlimpah kejayaan, kekayaan, keturunan, memiliki nama besar, “ dst, dsb. Lagu kebangsaan negeri William-Kate adalah God Save the Queen. Tuhan menyelamatkan sang Ratu.

Setiap doa yang berisi kebaikan akan menuai kebajikan. Itulah yang diingatkan oleh Aa Gym kepada kita. Seringkali, saat benci melanda kita mudah mengumpat baik kepada pemimpin, artis, koruptor dll dengan mengatakan, “dasar pemimpin kotor! Dasar artis porno! Dasar koruptor najis!” Jarang diantara kita yang lantas mendoakan –meski hati kita benci setengah mati-“Semoga Pemimpin kita diberikanNya hidayah, kekuatan mengemban amanah.”

Andaikan, 10 juta dari 260 juta rakyat Indonesia setiap hari mendoakan Pak SBY usai sholat Shubuh misalnya, apalagi ditambah sholat malam dan dhuha, akan lebih baik. Silakan kritik tetap berjalan, oposisi tetap bersuara, hukum harus ditegakkan, tetapi…jauh di ruang rahasia, dalam malam rahasia, dalam hubungan rahasia kita dengan Sang Maha Pencipta, kita tetap mendoakan siapapun orang yang membutuhkan. Siapa tahu, orang yang buruk, celaka, tersesat akan mendapatkan jalan terang dan suatu saat menolong kita di saat dibutuhkan.

Begitupun saya.

Saya seringkali tidak bisa menolong seorang teman yang membutuhkan bantuan: minta bantuan uang, minta diterbitkan karya, minta dicarikan jodoh, minta dicarikan pekerjaan. Tetapi bukan lantas ketika kita bilang “tidak bisa” maka sudah tertutup kemungkinan menolongnya. Lewat doa, pada waktu istijabah, dengan khusyuk dan airmata tulus, cinta kita kepada seseorang akan meluncur lewat lorong-lorong rahasia.

“Ya Allah, jadikan saudara-saudaraku dalam dakwah kepenulisan ini tetap istiqomah : Mba HTR, Asma Nadia, Intan Savitri, Irfan Hidayatullah, Teh Imun, Kang Abik, Mulati Yeni, Azzura Dayana, Benni Arnas, Gegge Mapangewa, Sutono, Luthfi Hakim, Gol A Gong, Halfino Berry, Ali Muakhir, Benny Rhamdani , Yons Achmad…dan seterusnya”

“Ya Allah, jadikan saudara saudari kami yang masih sendiri, mendapatkan jodoh yang mulia dari sisiMu…(menyebut nama).”


“Ya Allah, jadikan saudara-saudara kami yang belum memiliki keturunan, mendapatkan anak-anak yang sholih dan sholihah…(menyebut nama).”


“Ya Allah, jadikan saudara-saudariku ini yang tengah menghadapi cobaan berat, mendapatkan pertolonganmu…(menyebut nama).”


Dan doa-doa yang lain.

Nama yang kita sebut, bukan hanya mereka yang berjasa dalam hidup kita, tetapi mereka yang sedang mengemban amanah, mereka yang sedang menjalankan tugas, bahkan mereka yang kita benci setengah mati! Saya pernah mendoakan beberapa orang yang selalu punya friksi, dan usai mendoakan mereka hati terasa damai. Esok hari, ketika bertemu, fikiran lebih jernih, hati lebih lapang dan tidak emosional. Saat ia masih bertingkah buruk, maka hati saya berkata, “…tunggu, akan kuadukan kau pada Tuhanku. Akan kudoakan kau , semoga menjadi lebih baik dari hari ini.”

Saya mungkin tidak selamanya berjalan lurus, naudzubillah. Maka, tolong, doakan sang pemimpin ini dalam perjalanan 4 tahun ke depan. Siapa tahu, saat kelelahan mengemban amanah, maka pijar-pijar doa yang membentang dari Sabang hingga Papua, dari satu benua ke benua lain, akan menguatkan langkah rapuh seorang manusia. (bersambung)

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201319.37.00

Siapa Sebenarnya @penasinta #SintaYudisia? | Kultwit @AfifahAfra79

Sinta Yudisia Wisudanti, novelis kenamaan yang dipandang sukses memimpin FLP Jawa Timur, akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum Forum Lingkar Pena. Di pundaknya kini terpanggul amanah memimpin organisasi pengaderan penulis yang beranggotakan ribuan orang di seluruh Indonesia dan mancanegara.

Setelah mendapat Anugerah Pena kategori Penulis Terpuji pada Munas ke-2 FLP tahun 2009 di Solo, kerja kreatif Sinta terus melesat. Siapakah sebenarnya sosok perempuan kelahiran Yogyakarta, 18 Februari 1974 itu?

Berikut ini ialah kultwit dari Afifah Afra Amatullah, peraih Anugerah Pena kategori Penulis Terpuji pada Munas ke-3 FLP yang baru berakhir Ahad lalu di Denpasar, Bali. Dalam 18 butir twitnya, Afifah Afra (@afifahafra79) berbagi cerita dan sudut pandang, mengenai siapa sebenarnya Sinta Yudisia (@penasinta).

1. Sinta Yudisia alias @penasinta pertama saya kenal karyanya di pertengahan th 2000-an

2. Pada Munas 1 di Yogya tahun 2005, novelnya #KekuatanKetujuh masuk nominasi novel terpuji pena award 2005

3. Sejak itu, karya-karyanya dengan cepat melesat. Dialah salah satu penulis FLP yang memiliki napas panjang

4. Novel-novelnya seperti The Road To The Empire, Takhta Awan, Existere, Reinkarnasi, Rinai, adalah karya berbobot

5. Paling tidak, itulah penilaian para juri di berbagai event. Road To The Empire memenangi IKAPI IBF Award

6. Pada Pena Award 2009, beliau juga menjadi Penulis Terpuji

7. Tahun ini di pena award 2013, beliau lagi-lagi meraih penghargaan novel terpuji untuk Takhta Awan

8. Untuk buku The Road to The Empire, bahkan Prof Maman Mahayana menjadi salah satu penyunting ahlinya

9. Beberapa waktu yang lalu, beliau terpilih sebagai penulis yang membersamai delegasi BSMI ke Gaza

10. Dan hasil perjalanan beliau ke Gaza dituangkan dalam novel Rinai

11. Hingga kini, lebih dari 40 judul buku telah beliau tulis

12. Yang menarik, beliau mendapatkan pencapaian tersebut dalam waktu singkat, melesat cepat

13. Sebagaimana kita ketahui, beliau sempat kuliah di STAN, latar belakang yg jauh dari kepenulisan

14. Untuk menguatkan sisi-sisi akademisinya, beliau kuliah lagi di jurusan psikologi Untag, dan IPK selalu cum laude

15. Nilai-nilai ruhiyah kian kencang saat beliau juga mulai mengikuti program menghafal Al-Quran

16. Yang menarik lagi, beliau sangat rendah hati, low profile dan selalu tampil bersahaja

17. Beberapa kali saya membersamai beliau dlm berbagai perjalanan, saat berdiskusi banyak hal, baru terlihat kedalaman ilmunya

18. Memang, orang bijak itu seperti padi, kian berilmu kian menunduk. Bersyukurlah FLP, memiliki ketua yg tawadhu dan insyaAllah amanah

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201319.10.00

Dan Mars FLP Pun Berkumandang | Cerita Munas 3 FLP di Bali (2)

oleh Yons Achmad*

Satu momen yang bikin deg-degan setengah mati adalah acara pembukaan Munas. Di event Munas 3 FLP Bali kita memang berhasil dapat hotel yang dekat bandara dan harganya terjangkau. Dapat diskon pula.  Hotel Grand Villas.  5-7 menit dari bandara. Hanya, tidak ada aula besar untuk pembukaan. Makanya diputuskan cari hotel lain. Susah betul mencarinya. Begitu kata teman-teman Bali.  Semua hotel penuh. Tapi beruntung, akhirnya dapat Hotel Grand Shanti. Jauh memang dari hotel tempat menginap. Ditempuh dalam 40 menit perjalanan. Untuk menuju kesana kita juga menyewa 5 bus. Tentu ini membutuhkan bujet dana yang besar. Apa boleh buat, aula hotel penuh. Ini solusi terbaik.

Pagi, Kamis 29 Agustus 2013. Acara registrasi dimulai. Semua panitia mulai bekerja, bagi-bagi kamar. Panitia  Jakarta juga baru mulai berkenalan dengan tim panitia Bali. Kondisi lumayan sehati, cepat ada cemistri membuat pekerjaan dan persiapan bisa dikerjakan dengan baik. Setelah memastikan semua peserta dapat kamar, acara sarasehan, ngobrol-ngobrol dengan penulis senior ( Gola Gong, Kang Abik, Kang, Irfan, Mbak Ije) pun dimulai. Sekitar 1,5 jam saja. Ketika wajah-wajah peserta mulai terlihat kelelahan.  Maklum dating dari berbagai tempat yang jauh, baiklah. Kita persilakan mereka istirahat di kamar masing-masing

Jam 1 malam panitia cek tempat acara pembukaan. Hotel Grand Shanti. Waduh. Ada miskoordinasi. Ada improvisasi lapangan dari panitia Bali. Awalnya disepakati bentuk tata kursi adalah teater, bukan bentuk kursi melingkar dengan meja ditengah ala Indonesian Lawyer Club. Tapi malam itu tak bisa serta merta kita ubah. Karyawan hotel sudah pulang semua. Solusinya, pagi-pagi betul. Jam 6 panitia harus memastikan susunan kursi diubah. Ada juga salah ketik di meja registrasi dan tempat acara. Kata "Forum" ditulis "Forom", kesalahan kecil, tapi bagi organisasi penulis itu fatal.

Sementara, lagu Mars FLP malam itu juga belum klar. Padahal akan dikumandangkan paginya. Solusinya bagaimana? Malam itu kita cari foto kopi untuk gandakan lirik marsnya. Sayangnya, semua tempat foto kopi sudah tutup semua. Alamaak.

Ya sudah. Solusinya siapkan 5 flashdisk. Putar itu mars di bus masing-masing peserta. Kan ada sekitar 30 menitan dari hotel menginap ke hotel tempat pembukaan acara . Itu cukup untuk buat peserta minimal pernah dengar marsnya. Sementara baru pas acara nanti dibagikan teks lirik marsnya.

Teng ting teng. Deg-degan semakin kencang. Awalnya kita rencanakan yang membuka Menkoinfo, tapi karena tak datang lalu diwakili staf ahlinya. Tapi tiba-tiba datang wakil dari Gubernur Bali.  Yang membuka pun kita ubah lagi, yaitu wakil dari gubernur Bali tersebut. Sebelum pembukaan, lagu Indonesia berkumandang, disusul dengan Mars FLP yang setelah 16 tahun akhirnya bisa menyala-nyala di ruangan hotel itu. Dan gong..gong..gong..gong..gong. Lima pukulan gong menggema. Simbol Pancasila dan kerukunan umat beragama Hindu Islam di Bali.  Acara pembukaan pun bisa terlaksana. Fiuhhh. Akhirnya. Dan semua panitia dibelakang begitu lega. Saling memandang, tersenyum, lalu tertawa bersama. (bersambung)

*) SC Munas 3 FLP
Dari http://penakayu.blogspot.com

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201318.56.00

FLP dan Rab'ah el-'Adaweyah

oleh Udo Yamin Majdi

Seminggu yang lalu, HP saya berdering. Di layar HP, muncul nama kontak, Kang Abik. Saya yang sedang membantu Lukman Fahmi mendata buku TBM Rumah Cerdas WSC (Word Smart Center) di Serba Guna WSC, berhenti sejenak.

"Assalamu'alaikum... apa kabar akhi?" Terdengar suara khas Habiburrahman el-Shirazy membuka percakapan kami.

Setelah kami menanyakan kondisi masing-masing, Kang Abik menanyakan kondisi FLP Garut sekaligus meminta saya menghadiri Munas FLP di Bali. Saya belum bisa memberikan jawaban, sebab sepulang dari Lampung, saya mendapat amanat dari Yayasan Warotsatul Anbiya (YWA) untuk melakukan studi banding ke Masjid Agung Garut, Masjid Agung Bogor dan PUSDAI Bandung. Selain itu, saya harus membantu Lukman membenahi administrasi tiga lembaga di bawah WSC: PAUD Ahsanu Taqwim, TBM Rumah Cerdas, dan LKP Word Smart, serta menyelesaikan beberapa agenda Yayasan Darul Fikri Garut, terutama kurikulum Pondok Pesantren Quran Terpadu (PPQT) Darul Fikri dan beasiswa untuk anak RA dan MDTA Al-Ittihad.

Hari itu juga, saya menelpon Alvin, ketua FLP Garut. Ternyata dia sudah pindah ke Bandung dan FLP Garut dilanjutkan oleh Abung Abdul Ghafur. Beberapa hari kemudian, Abung menghubungi saya, bahwa dia dan teman-teman FLP Garut, tidak bisa ikut Munas karena beberapa hal, terutama persiapan MPM (KKN).

* *  *
Disela-sela kesibukan saya, saya masih menyempatkan diri untuk mengikuti perkembangan Munas FLP lewat status beberapa anggota FLP yang hadir. Seorang teman memberi tahu, bahwa hari ini, ada agenda menulis serentak "SUARA PENULIS INDONESIA", salah satu temanya: solidaritas terhadap Mesir.

FLP dan Mesir, dua hal ini terpatri dalam lubuk hati. Betapa tidak, saya mengenal FLP di Mesir, tepatnya di daerah yang saat ini begitu populer di seantero dunia: Rob'ah. Iya, di Rob'ah el-'Adaweyah, di sekretariat KEMASS, saya dan Kang Abik beserta belasan mahasiswa Universitas Al-Azhar berkumpul. Kami sepakat mendirikan FLP Mesir, dan ketuanya Kang Abik sang penulis novel Ayat-Ayat Cinta itu.

Rab'ah el-'Adaweyah tidak bisa dihapus dari sejarah FLP Mesir, sebab di imaroh (apartemen) di perapatan Rab'ah inilah FLP periode Mbak Fera, berkumpul seminggu sekali mengadakan acara "Bengkel Menulis". Tidak hanya itu, pada periode berikutnya: mulai dari ketuanya Mukhlis Rais, Indra Gunawan, Teguh Hudaya, dan seterusnya, FLP Mesir tidak melepaskan diri dari Rab'ah, sebab sering mengadakan acara di Auditorium Wisma Nusantara dan ruang PMIK.

Sekarang daerah Rab'ah el-'Adaweyah menjadi icon, bahkan gambar empat jari berwarna kuning itu, menjadi simbol perlawanan terhadap kezaliman. Dan orang zalim itu menggunakan media sebagai alat meracuni massa, sehingga banyak orang Mesir menjadi penipu atau tertipu oleh agenda seting dari media yang berupaya menurunkan presiden yang sah dan dipilih secara demokratis. Polemiik pun terjadi, bukan hanya di kalangan media Mesir, melainkan berbagai media, termasuk media online yang dikelola oleh orang non-Mesir. Masing-masing membela kubunya.

Lihat, betapa ampuhnya media, sehingga tidak salah kalau memang disebut sebagai "kekuatan keempat" setelah trias politika: legislatif, eksekutif dan yudikatif. Media bisa menghukumi orang benar menjadi salah, atau sebaliknya, orang yang jelas-jelas salah menjadi orang baik-baik; bisa menaikan orang ke kursi kekuasaan, atau sebaliknya, bisa menurunkan orang dari jabatannya; dan seterusnya.

Di sinilah, FLP harus berperan, melahirkan insan media atau para mujahid pena yang melawan kedzaliman. Saya masih ingat obrolan dengan Kang Abik saat mau mendirikan FLP Mesir, "Akhi, kita mendukung FLP ini, sebab saya lihat FLP ini murni untuk menyuarakan kebenaran, dan saat ini, ada kelompok tertentu mendiskriditkan FLP, sebagai komunitas yang puberitas keislaman, tidak memahami Islam, dan bukan dari kalangan santri, sebab para pendiri dan aktivisnya, memang banyak bukan santri. Mari kita gabung di gerbong ini, agar mereka tahu bahwa di FLP ada santrinya, bahkan mahasantri Al-Azhar!"

Kebenaran-kebatilan, selalu ada di mana saja dan kapan saja, senantiasa bertarung. Ini sebuah keniscayaan. Dan FLP telah memilih sebagai komunitas untuk membela dan menyuarakan kebenaran. Sebuah media, menjadi benar atau batil, tergantung dengan siapa yang mengelola media itu, alias tergantung dengan orangnya. Bila media adalah senjata, maka manfaat atau mudharatnya senjata ini tergantung dengan siapa yang di belakang senjata, behind the gun.

Nah, agenda utama yang terberat oleh FLP, menurut saya adalah menciptakan "ahlul haq" yang memahami "al-haq". Sebab, ketika insan FLP ahlul haq dan memahami al-haq, maka tulisan atau karya-karya mereka akan melahirkan kebenaran.

*  *  *

Pagi ini saya baru buka FB, dari kemaren sore saya tidak online, sebab menemani isteri dan anak-anak renang ke Puncak Darajat. Tadi malam langsung tidur.

Di status beberapa anggota FLP menulis tentang pemilihan ketua FLP. Untuk memastikan siapa yang terpilih, saya menghubungi Kang Abik.

"Salam. Kang Abik, siapa ketua FLP Pusat yang terpilih memimpin gerakan mujahid dakwah bilqalam? Siapapun yang terpilih, smoga Allah memberkahinya, dan sampaikan tahniah untuk beliau." Demikian isi SMS saya.

Tak berapa lama, ada SMS balasan, "Ketuanya sekarang Mbak Sinta Yudisia."

* * *

Selamat kepada Mbak Sinta Yudisia melanjutkan estapeta kepemimpinan FLP setelah dipimpin oleh Mbak Helvy Tiana Rosa (Jakarta), Kang Irfan Hidayatullah (Bandung), dan Izzatul Jannah (Solo). Perjuangan itu masih sangat panjang, sepanjang waktu masih bergulir. FLP, yang saya fahami, bukan hanya sekadar belajar menulis, melainkan "kawah chandradimuka" melahirkan manusia ahlul haq dan karya al-haq. Ini adalah pekerjaan sangat berat. Semoga Allah memberkahimu.


Dan..., bila Rab'ah tempat aksi damai itu menjadi simbol perjuangan, maka semoga FLP tempat pegiat "dunia sunyi" ini pun menjadi icon perlawanan terhadap kezaliman. Biarkan pena berbicara!

* * *

Garut, Ahad, 1 September 2013

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201318.54.00

Jakarta Bali Saling Mengerti | Cerita Munas 3 FLP di Bali (1)

oleh Yons Achmad*

Berawal dari pertemuan sastra di Hotel Kaisar Jakarta.  Selain sastrawan-sastrawan terkemuka hadir, juga 10-an orang pasukan FLP  datang.  Disela-sela kegiatan, iseng aja saya nyeletuk “Kayaknya asyik neh kalau ntar munas 3 FLP diadain di Bali”. Mbak Ije yang saat itu juga hadir bilang “Boleh, siap jadi  SC (Sterring Comittee) ya?”  “Oke Siaap” saya menyambut tantangan Mbak Ije dengan senang hati. Sementara Sudiyanto (FLP Jakarta Raya) lalu diputuskan jadi Ketua Panitianya. Menangani hal-hal teknis kepanitiaan bersama FLP Bali.

Perjalanan kepanitiaan memang penuh liku. Koordinasi berjalan tanpa pernah saling ketemu dan kenal sebelumnya antara Jakarta dan Bali. Walau setelah kami sadari diakhir Munas kepanitiaan ini keliru. Harusnya cukup panitia Bali plus SC dari BPP. Argumen awal nya, BPP hanya ingin apresiasi FLP Jakarta Raya untuk terlibat bareng BPP untuk sama-sama bekerja sama. Saling bantu wujudkan event 4 tahunan itu. Tapi sudahlah. Ini jadi pelajaran bersama. Lantas, bagaimana perjalanan kepanitiaan?

Seperti biasanya. Manusia deadline, jauh hari sebelum munas masih santai-santai aja. Baru, dekat-dekat hari ke munas, aktivitas padat. Mulai siapin acara, cari dana dan beresin draf-draf. Agak was-was juga pada peserta, karena hanya sedikit saja yang konfirmasi untuk datang ke Bali. Maju mundur, pertanyaan yang muncul apa bisa nanti terpenuhi kuorum. Deg-degan betul. Tapi, dekat-dekat hari, peserta mulai pada konfirmasi. Walau, tak banyak yang langsung bayar registrasi. 300 ribu untuk peserta (utusan) dan 500 ribu untuk peninjau (penggembira). Gawat. Dana belum ada, sementara sponsor juga belum bermunculan. Setelah kami pikir-pikir, iya, acara habis lebaran. Tentu nuansa bisnis, aktivitas kantor belum normal betul. Sementara dana (uang) dari kebanyakan orang biasanya habis-habisan ketika pulang kampung.

Bagaimana ini? Yups. Galibu alias galang lima puluh ribu solusinya. Panitia bahu membahu sosialisasikan donasi via galibu itu. Harapannya, dengan dana tersebut bisa menutup biaya hotel dan konsumsi 200-an orang di Bali. Sayang, ada sedikit salah komunikasi. Informasi yang berkembang, bagi peserta yang sudah menyumbang  minimal 50 ribu maka biaya hotel dan konsumsi selama 4 hari di acara munas gratis. Memang, asumsinya begitu, kalau banyak yang nyumbang, dari anggota FLP, simpatisan atau siapapun maka dana Munas yang direncanakan sekitar 400 juta-an akan mudah tertutup.  Kita membayangkan akan dapat dana mudah dengan cara demikian. Perkiraan meleset.  Dana galibu hanya terkumpul 30 % saja. Tapi Alhamdulillah.  Kabar baiknya, setelah munas berakhir, semua dana khususnya hotel dan konsumsi, sudah diselesaikan di tingkatan “elit” entah bagaimana caranya, yang pasti urusan itu sudah beres.

Ada satu kesan yang saya tangkap dari kepanitian munas, FLP Jakarta dan Bali.  Tiap hari kita koordinasi penuh. Terutama 2 Minggu sebelum hari H. Itu  semua dilakukan disela-sela pekerjaan masing-masing. Keputusan-keputusan diambil secara cepat.  Rasa saling mengerti selalu kita kedepankan. Dengan begitu, harapannya, acara akan berjalan dengan lancar, maksimal dan sesuai rencana. Dan, syukur pada Allah, kita berhasil.

Khusus untuk Wiwid (Ketua FLP Bali) sekaligus panitia Bali, Sebagai SC  saya perlu acungkan jempol.  Beberapa bulan sebelum munas Bali, saya memang telah ketemu dan ngobrol-ngobrol sama dia di Bali.   Saat saya liburan plus  disewa sebuah perusahaan untuk survey wisata muslim disana. Penglihatan sepintas, kayaknya Wiwid dan tim  bisa diandalkan. Dan benar, pada akhirnya Munas 3 Bali bisa berjalan dengan lancar. Semua acara bisa terlaksana.  Begitulah, kadang sebuah pekerjaan atau impian tak sesulit yang kita bayangkan. Asalkan ada kebersamaan dalam mengerjakan. Tengkyu semuanya (bersambung).

*) SC Munas 3 FLP
Dari http://penakayu.blogspot.com

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201318.53.00

Inilah Mars dan Jingle Forum Lingkar Pena


Musyawarah Nasional ke-3 Forum Lingkar Pena ditandai juga dengan alunan lagu khas FLP. Untuk pertama kalinya, berkumandang mars FLP. Syair yang tersusun dalam tiga bait itu menyertai aktivitas sepanjang Munas. Selain mars, sebelumnya diluncurkan pula jingle FLP.

Keduanya sama-sama menyuarakan ulang visi misi FLP sebagaimana termaktub dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

Berikut ini lirik selengkapnya serta tautan untuk mengunduh Mars dan Jingle FLP:



Mars FLP

Gerakkanlah pena cintamu
Berjuang tak pernah ragu
Dengan kata kau tuliskan segala
Menerangi alam semesta

Terus langkahkanlah kakimu
Bersatu padu terus maju
Genggam erat, pegang teguh selalu
Kobarkan panji kebenaran

Sambutlah masa depan gemilang
Cahaya yang terus memancar
Dari lingkar pena sedunia
Berbakti, berkarya, berarti 2x


Jingle FLP

ayo bergabung di
forum lingkar pena
memberi pencerahan untuk semua
menulis untuk berbagi pada sesama
dalam satu cita

tingkatkan menulis dan membaca
budaya indonesia
perluas jaringan di seluruh dunia
o o ooo ...

forum lingkar pena
menjadi cahaya
untuk semua ...

terus berkarya
sebagai ibadah
gapai rido-Nya ...

untuk satu asa
menuliskan cinta
untuk semua ...

forum lingkar pena ...

Tautan unduhan:
Jingle FLP dan Mars FLP


oleh Munas FLP ke-3 tahun 201317.57.00

Anugerah Pena FLP dari Masa ke Masa (2/2)

Pada Musyawarah Nasional ke-2 di Solo, Jawa Tengah, Anugerah Pena diberikan untuk 7 kategori. Ketujuhnya meliputi Fiksi Terpuji, Nonfiksi Terpuji, Cerpen Terpuji, Esai Kritik Terpuji, Penulis Terpuji, Tokoh Sastrawan Terpuji, dan Cabang Terbaik.

Dalam Munas yang mengangkat tema "Sastra, Obat Luka-luka Bangsa" itu, penghargaan Nonfiksi Terpuji dianugerahkan kepada karya Tiar Anwar Bachtiar, "Hamas; Kenapa Dibenci Israel?"

Sepanjang peralihan tahun 2008 - 2009 kala itu, dunia memang dikejutkan kembali oleh kebiadaban negara Zionis Yahudi Israel, yang memborbardir Jalur Gaza melalui Operation Cast Lead. Melalui bukunya, cendekiawan muda yang juga anggota FLP Garut Tiar Anwar membahas seluk-beluk Hamas yang berkuasa di Gaza, setelah pada tahun 2005 berhasil mengusir sepenuhnya Zionis Israel dari sana.

Berikut inilah daftar penerima Anugerah Pena FLP 2009 selengkapnya:

Fiksi Terpuji
Judul: Galaksi Kinanthi,
karya Tasaro GK,
penerbit Salamadani

Nonfiksi Terpuji
Judul: Hamas, Kenapa Dibenci Israel,
karya Tiar Anwar Bahtiar,
penerbit Hikmah, FLP Garut

Cerpen Terpuji
Judul: Perempuan Bawang
karya Ragdi, F Daye
Media Indonesia

Esai Kritik Terpuji
Judul “Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia” Sebuah Kerinduan Ladang Panjang Nan Hijau, Jamrud Khatulistiwa, Indonesiaku
Karya Ach. Nurcholis Majid
Dimuat Horison
FLP Madura Ranting AL-AMIEN Prenduan Sumenep

Penulis Terpuji
Sinta Yudisia

Tokoh Sastrawan Terpuji
Ajip Rosidi

Cabang Terbaik
FLP Jawa Timur

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201317.19.00

Rabu, 28 Agustus 2013

Bawa Apa Saja ke Munas? Ini Saran Ketua Wilayah Lampung

Musyawarah Nasional ke-3 Forum Lingkar Pena sudah di depan mata. Ajang 4 tahunan itu akan mempertemukan anggota FLP se-Indonesia dan mancanegara. Banyak di antaranya merupakan cerpenis tulen, novelis kenamaan, penulis berpengalaman, editor kawakan, hingga yang berprofesi di bidang penerbitan.

Lalu kira-kira apa saja yang "harus" dibawa oleh peserta Munas? Berikut ini 7+ yang disarankan oleh Naqiyyah Syam, Ketua FLP Wilayah Lampung
  1. Ide dan masukan. Baca dulu AD/ART, nanti akan dibahas masukan-masukan seluruh pengurus FLP Wilayah/cabang mengenai AD/ART dan organisasi FLP ke depan.
  2. Bawa buku. Nah, ini bisa jadi ajang promo buku, saling diskusi, tukar hadiah, atau bisa buat door prize panitia
  3. Bawa cerpen/puisi. Nah, nanti mumpung ketemu para penulis hebat FLP. Coba asistensi mengenai karyanya. Bawa spidol/pena warna merah, minta coretan langsung dengan penulis hebatnya, kalo sudah dapat kritik dan saran, tinggal action lebih bagus lagi.
  4. Bawa naskah, baik masih outline atau sudah diprint. Nanti ketemu penerbit atau pemimpin penerbitnya, sebut saja misalnya ada Mbak Rahmadiyanti Rusdi (NouraBooks) dan Mbak Afifah Afra (Indiva). Langsung deh ngobrol, ada peluang enggak naskah kita diterbitkan atau asistensi deh outlinenya, kira-kira oke enggak, dan seterusnya
  5. Bawa cinderamata khas daerah, ini bisa jadi ajang promo daerah dan menguatkan persahabatan FLP
  6. Bawa pena/laptop, dengarkan, catat, amalkan, sebarkan! Ini penting. datang ke Munas, jangan diam saja. Harus berani ngomong, dengarkan kegiatan yang berlangsung, nanti dicatat atau direkam, lalu action dan sebarkan ke daerahnya. Jangan pelit ilmu, walau datang dengan dana pribadi.
  7. Bawa kamera. Nah, ini penting juga buat dokumentasi, mumpung ketemu, bisa diabadikan, tapi yang sangat pentinga adalah: nyoblos siapakah ketua FLP baru ke depan?

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201309.15.00

Rabu, 21 Agustus 2013

Anugerah Pena FLP Dari Masa Ke Masa (1/2)

Anugerah Pena FLP merupakan ajang apresiasi karya 4 tahunan yang digelar Forum Lingkar Pena. Penyelenggaraannya biasanya berbarengan dengan Musyawarah Nasional. Selama riwayat pelaksanaannya, kategori-kategori Anugerah Pena FLP mengalami beberapa perubahan.

Dilaksanakan pertama kali pada tahun 2005, Anugerah Pena kala itu menyajikan 8 kategori dan 3 kategori penghargaan khusus. Kedelapan kategori itu ialah Novel Terpuji, Novel Remaja Terpuji, Cerpen Terpuji, Cerpen Remaja Terpuji, Non-Fiksi, Kaver Buku Terpuji, Penulis Pendatang Baru Terpuji, dan FLP Wilayah Terpuji.

Adapun 3 kategori penghargaan khusus ialah untuk Pengabdian di Bidang Sastra, diserahkan kepada Budayawan Kuntowijoyo, Buku Sastra Terpuji untuk Malaikat Tak Datang di Malam Hari  karya Joni Ariadinata. Penghargaan ketiga diserakan kepada Almarhumah Diana Roswita yang meninggal akibat tsunami, 26 Desember 2004. Diana dikenal sebagai Pendiri FLP Aceh dan pengarang lebih dari 10 buku fiksi.

Kemunculan fenomenal novel Ayat-ayat Cinta pada tahun 2004 tak luput dari radar. Novel karya Habiburrahman El-Shirazi yang akrab dipanggil Kang Abik itu diganjar dengan Anugerah Pena kategori Novel Terpuji.

Sementara itu, penghargaan khusus terhadap budayawan Kuntowijoyo, tidak bisa dilepaskan dari sumbangsih pemikirannya dalam memformulasikan Sastra Profetik. Istilah yang kerap diatributkan kepada Kuntowijoyo itu seolah bersenyawa dan menginspirasi semangat Islam dalam bersastra yang menjadi ciri khas FLP.

Berikut ini daftar lengkap peraih Anugerah Pena FLP 2005:

  • NOVEL TERPUJI: Ayat-Ayat Cinta-Habiburrahman El-Shirazi (Republika 2004)
  • NOVEL REMAJA TERPUJI: Di Selubung Malam  - Novia Syahidah (DAR Mizan, 2004)
  • KUMPULAN CERPEN TERPUJI: Dijemput Malaikat - Palris Jaya (DAR! Mizan 2004)
  • KUMPULAN CERPEN REMAJA TERPUJI: Cinta Tak Pernah Menari-Asma Nadia (Gramedia Pustaka Utama 2004)
  • NON FIKSI: Pagi Ini Aku Cantik Sekali-Azimah Rahayu (Syaamil 2004)
  • KAVER BUKU TERPUJI: Cinta Tak Pernah Menari (Gramedia Pustaka Utama 2004), Disain sampul  dan ilustrasi: Maryna Roesdy
  • PENULIS PENDATANG BARU TERPUJI: Abdurahman Faiz dengan buku: Untuk Bunda dan Dunia (DAR! Mizan 2004)
  • FLP WILAYAH TERPUJI: FLP Hong Kong

PERAIH PENGHARGAAN KHUSUS ANUGERAH PENA untuk:
  • Pengabdian di Bidang Sastra: Kuntowijoyo
  • Buku Sastra Terpuji: Malaikat Tak Datang di Malam Hari - Joni Ariadinata (DAR Mizan, 2004)
  • Almarhumah Diana Roswita (Pendiri FLP Aceh dan Pengarang lebih dari 10 buku fiksi, meninggal akibat tsunami, 26 Desember 2004)

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201317.06.00

FLP; Antara Literasi, Organisasi, dan Partai Politik (3/3 - Selesai)

Di FLP, penulis belajar banyak hal.

Menulis fiksi non fiksi. Fiksi dapat meliputi puisi, cerpen, cerbung, novelette maupun novel. Non fiksi, penulis belajar membuat opini, artikel, surat pembaca. Eileen Rahman, narasumber EXPERT di rubrik Karir Kompas, pernah menulis hal menarik. Dalam dunia global seperti sekarang, dinding pembatas seringkali tertembus oleh interaksi kecanggihan teknologi. Orang membawa pekerjaan ke rumah : penulis menulis sembari mengajari anaknya belajar, editor mengedit karya sembari memasak, illustrator menemani istri mengobrol. Orang membawa pekerjaan rumah ke kantor : ibu menanyakan kemajuan prestasi si anak lewat email kepada guru, ayah mengadakan janji dengan konselor saat memimpin rapat, ayah dan ibu mengadakan janji akhir pekan lewat media sosial yang terkontak dengan anggota keluarga yang lain.

Batas-batas itu semakin cair, meski tetap harus memperhatikan profesionalisme. Dunia maya, menguntungkan, sekaligus sekali waktu berbalik menyerang bagai boomerang.

Di FLP, banyak manusia tergabung. Yang pandai baca Quran, yang belum bisa baca Iqro. Yang punya twitter, yang belum bisa meng- email. Yang sudah punya buku, yang masih tersendat buat outline. Yang beranak banyak, yang masih jomblo keren. Yang Muhammadiyah, NU, salafi, jamaah tabligh atau dari jamaah lain. Yang partai X,Y, Z atau golput.

Seringkali dalam diskusi karya, teman-teman saling menyerang.

“Dakwah jangan masjid dan jilbab doang dong!”

“Yang pakai jilbab penulisnya aja, karyanya tetap harus universal.’

“Eh, kita kan nulis ada idealismenya?”

“Biarin karyaku nggak laku, yang penting dapat pahala.”

“Lho, penulis juga harus bicara entrepreneur, gak bisa kejual bukunya, gimana bsia bertahan di dunia literasi?”

“Literasi sudah masuk dunia hiburan, jadi harus menyesuaikan…”

Diskusi seru, hangat, kadang saling memojokkan.

Tapi di rumah ini, di FLP, dengan denyut literasi, kita menemukan cara menyatukan kembali langkah kita yang sesekali berlawanan arah. Bahwa kita mencintai negeri ini, bahwa kita ingin indeks pendidikan dan kualitas manusia Indonesia meningkat, salah satunya dengan kegemaran membaca. Apalagi jika diikuti dengan kesukaan menulis, alangkah bermartabatnya!

Jika ada orang yang berpikir pragmatis, bahwa ia bergabung dengan FLP supaya lekas tenar dan terbit buku, silakan. Jika orang berpikir bergabung di FLP agar memiliki *skill* di dunia kepenulisan, mengingat menulis dapat dilakukan siapa saja dan menjadi penghasilan *passive income*, silakan. Sepanjang tetap taat pada aturan, visi misi FLP.

Beberapa teman FLP memang demikian bergairah dengan ritme dakwah tertentu. Apalagi dunia literasi membutuhkan mental baja, daya tahan beton, daya lenting bagai pegas sehingga jika terinjak, justru melesat bebas ke angkasa! Di titik ini teman-teman biasanya membutuhkan penguatan ruhani, yang mereka dapatkan di majelis-majelis pengajian, di luar lingkaran FLP.

FLP sendiri sering dikaitkan dengan partai politik tertentu, melihat kinerja teman-teman.

Lebih banyak berjilbab, mengusung tema universalitas Islam, bekerja tanpa imbalan memadai; sering dianggap duplikasi atau analog dari partai X. Memang, ada teman-teman FLP yang berafiliasi kepada partai X dan sebagaimana kata Eileen Rahman, batas-batas pijakannya mencair. Selama ia professional, tak mengapa.

Di milis FLP sendiri, ada teman-teman yang bergitu bersemangat membahas partai dan admin dengan  bijak memutus diskusi bila dianggap sudah lewat dari jalur literasi.

Siapapun kita, bila berada di ranah seni, sastra, literasi, maka tema yang diusung memang jauh lebih universal dibanding sekat kepartaian. Bila seseorang telah menisbatkan dirinya dengan partai tertentu, hendaknya ia jauh lebih menjaga diri, karena bila ia mencoreng nama baik maka rusak nama FLP sekaligus rusak nama afiliasinya.

Dalam produk tulisan sendiri, teman-teman FLP yang menyukai ranah nonfiksi  akan mencoba gaya jurnalistik yang *cover both side*, tidak menyebarkan *hate speech* , tidak sekedar *cloning* dan copas, mencoba untuk menuliskan versi pendapatnya sendiri. Dalam tulisan, idealism penulis akan tampak jelas, terutama ranah non fiksi. Data dan fakta yang diajukan, akan merujuk pada lembaga dan seterusnya dapat ditelusuri. Teman-teman mahasiswa yang mulai melek politik akan mencoba menuliskan suksesi kampus, tema sosial semacam pronografi dan harga bawang merah bawang putih, hingga pesta demokrasi 2014. Semuanya belajar dengan gaya sendiri, versi visualisasi sendiri. Ada yang terlihat netral, ada yang terlihat sangat berpihak.

Di FLP, ranah literasi, kita mencoba membudidayakan menulis.

Menulis adalah tahapan yang lebih jauh dari membaca, sebab kita telah membaca, merenungkan, memaknai, menafsirkan ulang, menginterprtasi dan mencoba memproduksinya versi gaya alamiah kita sendiri.

FLP adalah payung besar yang menaungi siapapun yang bergiat di dunia literasi, tak peduli apapun afiliasinya. Mari bekerja sama atas hal-hal yang kita sepakati, dan menghargai apa yang menjadi titik perbedaan masing-masing.

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201316.30.00

FLP; Antara Literasi, Organisasi, dan Partai Politik (2/3)

oleh Sinta Yudisia
Kepala Divisi Kaderisasi Badan Pengurus Pusat Forum Lingkar Pena

Dalam kisah Yusuf as, kita mungkin teringat akan tukang roti dan tukang pemerah anggur yang berada satu penjara bersamanya. Tahukah, apa makna semua? Saya sendiri terkejut, saat terlambat menyadari, bahwa makna dari kisah tersebut adalah : setiap orang yang kita temui, sejatinya ditentukan olehNya. Orang-orang di jalan, sekolah, kampus, tempat kerja, pasar, tetangga, di dunia maya; mereka akan memiliki posisi kelak sebagaimana Yusuf as dan tukang roti beserta tukan pemerah anggur.

Setiap orang yang kita temui, membawa jalinan kisah tersendiri dalam hidup ini, bagi kita dan alam semesta.

Itulah yang saya rasakan bersama FLP, Forum Lingkar Pena.

Sama sekali tak pernah menyadari, kesukaan sedari kecil terhadap tulis menulis di buku harian, kesukaan membuat cerpen untuk radio, kesukaan membuat puisi dan cerpen; Tuhan memperjalankan saya bertemu teman-teman luarbiasa dalam dunia literasi. Bertemu pendiri FLP, mbak Helvy, mbak Asma Nadia, mbak Muthmainnah. Bertemu senior FLP seperti Teh Pipit, Mas Gola Gong, Mas Boim, mas Ali Muakhir.

Bertemu rekan-rekan seperjuangan dalam dunia menulis seperti kang Abik, kang Irfan, mbak Intan, Mbak Afra; bertemu organisatoris andal macam mbak Rahmadiyanti Rusdi, Yons Ahmad, Nurbaiti, Lia Octavia, Adam Muhammad. Bertemu dengan pecinta literasi dari penjuru dunia mulai Canada hingga Sumenep. Bertemu teman-teman yang tanpa nama mereka disebutkan dalam catatan pena manusia, Malaikat Roqib Atid tak akan lupa mencatat bait-bait kehidupan mereka yang berdaya guna bagi masyarakat.

Bersama FLP, saya memahami betul apa literasi, sebuah dunia yang semula asing; bersama FLP semakin mengasah kemampuan organisasi. Bukan hanya sekedar mengejar-ngejar donasi, tetapi bagaimana dapat mandiri. Bagaimana dapat membuat proposal dan bernegosiasi. Bagaimana dapat merancang acara bedah buku. Bagaimana dapat mengelola FLP hingga berjalan dari tahun ke tahun.

Kisah hidup kita, orang-orang yang ditemui, perasaan sedih akibat terasing, berjalan sendiri, terkubur bersama impian-impian panjang, terpenjara dalam system yang tidak berpihak pada dunia literasi sehingga penulis harus berjuang membesarkan dirinya sendiri dan organisasi yang diasuhnya adalah sedikit dari catatan perjalanan yang –sedikitnya- menyerupai kisah Yusuf as.

Tapi terpikirkah, bahwa setelah masa-masa terpenjara, tiba bagi FLP menjadi bendahara terpercaya yang akan mengelola dunia literasi dengan segala keunikannya : jiwa muda penuh semangat, komunitas 100 cabang sedunia, visi  misi Islami universal, tema-tema Islami yang jauh lebih melegenda dan lebih “Canon” ; lebih dari The Phantom of the Opera Gaston Leroux, The Lady of Camellias Alexander Duma Jr, Anthony Cleopatra Shakespear?

Di FLP, kita belajar literasi dan organisasi.

Saat menulis, kita makhluk solitaire, individu, bagai alien.

Saat buku terbit, kita adalah makhluk sangat sosial, dimana karya kita membutuhkan pengakuan, penghargaan dan tentunya *reward* atas segala jerih payah. Akan tiba masanya sebagaimana para ulama terdahulu, insyaAllah, penulis dibayar dengan emas seberat buku yang dihasilkannya.

Bersambung.

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201315.35.00

FLP; Antara Literasi, Organisasi, dan Partai Politik (1/3)


oleh Sinta Yudisia
Kepala Divisi Kaderisasi Badan Pengurus Pusat Forum Lingkar Pena

Salah satu film Ramadhan yang membekas selain film Umar bin Khathab di MNCTV adalah serial lepas di TVRI , serial Nabi Yusuf dan serial Maryam. Selama ini, tiap kali mendengar nama Yusuf disebut yang terlintas segera adalah wajahnya yang rupawan bak malaikat dan bagaimana wanita tergila-gila hingga tak sadar mengiris jemarinya hingga berlumuran darah, tak terkecuali Zulaikha, istri al Azis yang cantik jelita.

Sungguh, kisah Yusuf termaktub secara lengkap dalam QS: 12 sejak beliau bermimpi tentang sujudnya bintang bulan hingga perjalanan beliau di penjara, fitnah wanita, diangkatnya beliau sebagai bendahara Mesir dan pertemuan mengharukan Yaqub dengan putra terkasihnya.

Setiap perempuan hamil berangan-angan memiliki putra setampan Yusuf, sehingga nama Yusuf adalah nama paling populer yang dipersiapkan. Jarang sekali kita –setidaknya saya- mencermati bahwa kisah Yusuf sangat sarat makna. Kisah ini sempat kembali membuat tercengang, terpekur, tafakkur manakala Arab Spring meledak sejak protes *self immolation*Muhammad Bouazizi menggulung kekuasaan Zen Abidin Ben Ali, Tunisia. Semua penderitaan manusia – terhina, tertuduh, terisolasi, terpenjara, terfitnah sebagaimana Yusuf as bukan berarti Allah tak punya kuasa terhadap dirinya.

Dalam film Maryam, ada satu penggalan yang membuat kami sekeluarga menangis. Apakah karena fitnah terhadap Maryam dan Isa? Bukan. Tetapi bagaimana, begitu mahirnya kaum Yahudi membolak balik opini tentang Nabi, tentang ajaran kerasulan, bahkan tentang Tuhan Sekalian Alam!

Dikisahkan bahwa Nabi Zakaria yang sholih telah beranjak demikian tua. Istrinya hamil diusia tua, saat divonis mandul. Di sisi kisah lain, Zakaria yang sholih dan sederhana , mempercayai kesucian Maryam yang mengandung. Tetapi Zakaria, dengan sedikitnya pengikut, tak mampu meredam gejolak masyarakat yang menuduh Maryam sebagai pezina. Kesedihan Zakaria dan Maryam hanya dapat disandarkan padaNya. Pendeta Nathan, pemuka Yahudi, memberikan orasi demikian menakjubkan yang intinya sebagai berikut :

“Betapa malangnya Tuhan Zakaria dan Maryam! Tuhan yang selalu butuh pertolongan perempuan untuk mengungkatkan kenabian hambaNya. Pertama, istri Zakaria yang mandul dibuat hamil. Kedua, Maryam yang tak punya suami dibuat hamil. Apakah tak ada cara lain untuk menunjukkan kuasaNya selain mengambil pembuktian dengan perempuan?”

Film Maryam, menjadi film wajib tonton keluarga, memberikan makna yang jauh lebih dalam , bahwa peristiwa kenabian dan dakwah, adalah peristiwa mulia, luarbiasa, sarat hikmah yang akan menjadi petunjuk manusia di kemudian hari.

Bersambung.

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201313.51.00

Menkominfo Tifatul Sembiring Hadiri Munas FLP?

Musyawarah Nasional ke-3 Forum Lingkar Pena tahun 2013 mengusung tema "Quo Vadis Penulis Era Digital?" Dalam keterangannya, Panitia Munas menyampaikan bahwa teknologi digital yang terus berkembang tanpa bisa dibendung, telah menciptakan konvergensi media.

Sementara itu, data-data statistik menunjukkan dari 245 juta penduduk Indonesia, pengguna internetnya mencapai angka 55 juta orang. Angka itu diprediksi akan melonjak hampir 2 kali lipatnya, menjadi 107 juta orang pada akhir tahun depan. Data Kominfo pada April 2012 juga menunjukkan besarnya angka pengguna media sosial. Ada sebanyak 44,6 juta Facebook dan 19,5 juta pengguna Twitter di tanah air. Forum Lingkar Pena sebagai organisasi penulis, diharapkan mampu menjawab perkembangan dan tantangan kontemporer tersebut. Demikian dikemukakan Panitia Munas dalam keterangan tertulisnya.

Dengan latar belakang seperti itu, tak heran jika Munas kali ini turut mengundang Menkominfo Tifatul Sembiring untuk berbagi pembicaraan. Nama Menkominfo Tifatul Sembiring pun tertera dalam berbagai publikasi Munas.

"Pak Tifatul insya Allah bisa hadir," kata Dina Purnama Sari dari Seksi Acara Panitia Munas.

Menurut keterangan panitia, kepastian kehadiran Menkominfo tersebut diperoleh setelah dilakukan konfirmasi langsung ke pihak terkait. 

Menurut jadwal, Tifatul Sembiring akan hadir sebagai pembicara dalam seminar nasional di hari pertama pembukaan Munas pada 30 Agustus 2013. Info rinci kegiatan dapat dilihat di laman jadwal acara Munas FLP. [qf]

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201309.17.00

Kultwit Ketum FLP Izzatul Jannah Sambut #Munas3FLP

Musyawarah Nasional Forum Lingkar Pena tinggal menghitung hari. Ratusan utusan sudah terdaftar sebagai peserta. Berbagai agenda mulai dari seminar nasional, aksi literasi, anugerah pena dan terutama persidangan-persidangan telah disiapkan. Munas sendiri akan diselenggarakan di Hotel Green Villas, Denpasar, Bali dari tanggal 29 Agustus hingga 1 September nanti.

Berikut ialah kuliah Twitter atau kultwit Ketua Umum FLP 2009 - 2013 Setiawati Intan Savitri (Izzatul Jannah) di @intansavitri72 menyambut Munas ke-3 FLP.
  1. Organisasi adalah rahim kepemimpinan. FLP adalah salah satu dari Ibu yang melahirkan para pemimpin di bidang literasi di Indonesia.
  2. Ibu FLP akan kembali melahirkan para pemimpinnya dalam @MunasFLP ke-3.Pemimpin yang brsedia utk berbakti, berkarya, berarti di bidang Literasi
  3. Pemimpin yang berkarya, akan mampu berbakti, untuk organisasi. Pemimpin yang berbakti ia akan berarti tak hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk negeri
  4. Sikap rendah hati para pemimpin sungguh sebuah kemewahan pada hari-hari ini. Karena enggan berbakti, malah mengedepankan ego pribadi
  5. Sejak didirikan oleh @helvy @asmanada, dan @maimonh pd 22 Feb 1997. FLP mnempuh jalan organisasi, lengkap dengan perangkatnya, maka @MunasFLP jadi niscaya
  6. Melaksanakan @MunasFLP dengan menghadirinya, merayakannya, memeriahkannya, mendukungnya adalah bagian dari kredo literasi FLP
  7. Leader should serve.
  8. Leader should be humble.
  9. Great leader: get along with all elements.

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201308.35.00

Masuk Bursa Ketum FLP, Apa Kata Afifah Afra?

Nama Afifah Afra mencuat dalam bursa pencalonan Ketua Umum FLP 2013-2017. Novelis prolifik itu dipandang "sudah kenyang tata birokratif organisasi, terang benderang kekaryaannya, plus didukung jejaring yang tersebar," demikian dalam ungkapan Aries Adinata dari FLP Jawa Tengah.

Menurut laman pribadinya AfifahAfra.net, sedari tahun 2000 hingga sekarang, tak kurang dari 54 buku karyanya telah diterbitkan. Sekitar setengahnya berupa novel, sedang selebihnya mencakup jenis kumcer dan non-fiksi. Dari 27 novel itu, ia melahirkan 2 seri trilogi dan 1 seri tetralogi. Namanya juga kian berkibar dengan penerbitan Indiva Media Kreasi.

Lalu bagaimanakah tanggapan penulis yang memiliki nama asli Yeni Mulati Sucipto itu?

Dalam utas diskusi yang sama di mailing list FLP, penulis muslimah yang sudah dikaruniai 3 anak itu bergegas memberikan pernyataan atas wacana pencalonannya.

"Saya tidak bersedia dicalonkan jadi ketua FLP," kata sosok muslimah kelahiran Purbalingga, 18 Februari 1979 tersebut. Ia mengemukakan alasan bahwa banyak yang lebih siap dan mampu untuk menjadi Ketua Umum FLP.

Seperti sudah menjadi tradisi, dengan karakter organisasi seperti FLP, jabatan ketua tidak menjadi bahan rebutan. Menurut AD/ART, Musyawarah Nasional menjadi perangkat organisasi yang sah untuk menampung dan mewujudkan aspirasi anggota terhadap pilihan-pilihannya, termasuk dalam pemilihan ketua umum.  [ft]

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201304.30.00

Selasa, 20 Agustus 2013

Inilah Bursa Calon Ketua Umum FLP 2013-2017

Kendati Munas baru berlangsung mulai 30 Agustus nanti, sejumlah nama mulai mencuat sebagai bakal calon Ketua Umum FLP 2013 - 2017. Di antara nama-nama itu ialah Afifah Afra, Habiburrahman El-Shirazy, dan petahana Setiawati Intan Savitri.

Aries Adinata, Ketua FLP Solo 2009 - 2011 dan kader senior FLP Jawa Tengah, secara terang-terangan mengemukakan alasan "Kenapa harus Afifah Afra Satu?"

"Menjadi tetua FLP Pusat itu harus punya amunisi, baik finasial maupun non finansial, ia harus sudah kenyang tata birokratif organisasi, terang benderang kekaryaannya, plus didukung jejaring yang tersebar, ditambah lagi nama yang sudah menggema di seluruh kader FLP se Indonesia," urai Aries panjang lebar sebagaimana termuat di mailing list FLP.

Selama ini, selain aktif di FLP Jawa Tengah, Afra juga dikenal sebagai pemilik penerbitan. Hal senada juga diungkapkan Nening Mahendra, anggota FLP Tegal yang akrab dipanggil Nenek.

"Si Nenek ini sangat setuju, sangat mendukung Afifah Afra menjadi Ketua FLP Pusat. Saya mendoakan semoga Allah memudahkan segala sesuatunya buat Afifah Afra, buat keluarga, suami dan anak-anak," kata Nening.

Lain halnya dengan anggota FLP yang menjuluki diri sebagai Kang Abik Fans Club. Ia memandang bahwa FLP harus dipimpin oleh orang besar seperti Kang Abik, panggilan akrab Habiburrahman El-Shirazy yang moncer lewat berbagai novel dan filmnya. 

"Saya mengajukan Kang Abik karena prestasinya besar dan bisa membesarkan FLP. Hidup Kang Abik!" tandasnya.

Sementara sejumlah narasumber di Jakarta secara tersirat menunjukkan apresiasinya atas kinerja petahana Setiawati Intan Savitri, yang dianggap giat dan gigih dalam berjibaku mengembangkan Forum Lingkar Pena. Sosok penulis perempuan yang juga salah seorang Kadiv Penerbitan Sastra dan Budaya Balai Pustaka itu dipandang cukup berhasil dalam melakukan terobosan-terobosan bisnis bagi FLP.

Pemilihan Ketua Umum termasuk salah satu agenda persidangan Munas, selain sidang-sidang yang membahas laporan pertanggungjawaban dan AD/ART. Setiap FLP Cabang berhak mengirimkan 2 utusan, sedangkan FLP Wilayah berhak mengirimkan 3 utusan, di mana masing-masing memiliki hak suara.

Menurut jadwal yang disebarkan Panitia, acara yang dimulai pada tanggal 29 Agustus 2013 salah satunya mengagendakan konsolidasi wilayah dan cabang masing-masing.

Nama-nama bakal calon lain diperkirakan akan bermunculan seiring semakin dekatnya acara Munas. [zf]

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201320.22.00

Dekati Tenggat, Sudah 5 Wilayah Kirimkan Nominasi Anugerah Pena

Anugerah Pena menjadi ajang rutin setiap kali digelarnya Musyawarah Nasional Forum Lingkar Pena. Pada Munas ke-3 tahun ini, terdapat 8 kategori yang bisa diikuti.

Menurut keterangan Panitia, hingga H-2 dari tenggat, sudah ada 5 FLP Wilayah yang mengirimkan nominasi untuk 8 kategori itu. Kelima FLP Wilayah tersebut meliputi Arab Saudi, Aceh, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, dan Maluku Utara.

Dari 8 kategori yang ada, 5 di antaranya adalah kategori karya, mencakup puisi, cerpen, novel, non-fiksi, dan artikel. Sementara 3 sisanya ialah kategori penulis, cabang, dan wilayah.

Keterangan lebih rinci dapat dibaca di halaman Anugerah Pena.

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201318.44.00

Senin, 19 Agustus 2013

FLP dan Piramida Abraham Maslow; Seri Menuju Munas FLP 2013 (4/4)

oleh Sinta Yudisia

FLP istimewa. Malah, sangat istimewa.

Kalau di dunia ini secara manusiawi, hasrat manusia mengikuti piramida Maslow yang terbagi antara 5 atau 7 tingkatan. Paling bawah adalah kebutuhan fisiologis seperti makan, minum, bernafas dst hingga tertinggi adalah aktualisasi. Belakangan, Maslow mengubah 5 menjadi 7, bahwa tingkat tertinggi manusia adalah hasrat hubungan transendental. Artinya, manusia biasanya baru berpikir berbagi dan berpikir tentang Tuhan bila terpenuhi semua kebutuhan nya : makan, sex, keamanan, sosial.

Pertanyaannya, adakah orang-orang yang hasrat hidupnya justru terbalik?

Kata Maslow ada, orang-orang special macam Bunda Theresa yang selalu berpikir tentang Tuhan dan orang lain, meski ia kekurangan.

Saya, menemukan teman-teman FLP seperti piramida terbalik Maslow.

Berpikir Tuhan, ketika mereka sendiri masih merintis bisnis, menapaki tertatih jalan awal kepenulisan, mahasiswa dengan kantong pas-pasan.

Berpikir sosial dan orang lain, ketika kebutuhan individu mereka masih jauh dari tercukupi. Masih banyak teman-teman FLP yang harus berjuang untuk mencapai kemandirian financial, berusaha memenuhi kebutuhan primer, tetapi mereka tak segan menyumbang Galibu dan membeli karya teman-teman yang lain sebagai bentuk kepedulian.

Steve Jobs adalah manusia unggul di abad ini, tapi ia sadar, tanpa kerja tim ia tak akan sesukses sekarang. 1977, ketika Apple di ambang kehancuran, Jobs mengumpulkan semua karyawannya dan berkata kuranglebih,” …yakinlah, bahwa orang dengan passion, dapat  mengubah manusia menjadi lebih baik.”

Ingatlah nasehat Michaelangelo.

“Bahaya bagi kebanyakan manusia bukan terletak pada menetapkan tujuan terlalu tinggi dan gagal, tetapi dalam menetapkan tujuan terlalu rendah dan mencapainya.”

Kerja tim.

Tujuan yang tinggi.

Maka FLP tidak akan pernah sama dengan yang lain. Mirip mungkin, tapi FLP organisasi yang unik. Sebagai penulis mungkin seseorang bersikap individualis : mencari ide, membuat outline, mengejar deadline, menembus penerbit. What next? Jawabannya : kerja tim.

Penerbit dan timnya merumuskan bentuk buku, membaca pasar, membuat produk, menyiapkan ilustrasi, menetapkan harga. FLP-FLP  di tempat lain menyiapkan komunitas, membantu meresensi, membantu mempromosikan, menyiapkan network. Di sisi lain, terketuk hati kita untuk berbagi semangat kepenulisan dan membangkitkan gairah literasi, bahwa Islam pernah mencapai masa keemasan di ere medieval age karena setiap lapisan masyarakat mulai khalifah, wazir, ulama, umara, cendekiawan, masyarakat – semua tergila-gila buku dan ilmu.

Maka, ayo tetapkan target unggul tentang anda dan FLP.

Selain target tenggat buku, mari jadikan FLP sebagai organisasi yang rapi, solid, tangguh dan menjadi salah satu produk unggulan bangsa Indonesia. Kemana orang akan bertanya tetnang wawasan literasi mulai anak-anak hingga senior, jawabannya adalah FLP. Untuk hal tersebut, dibutuhkan kesadaran untuk berkerja layaknya tim dengan dengan otak computer tercanggih.

Bukan kerja tim dengan lelet, lambat.

Ayo, sambut SMS-SMS dari panitia, respons email-email panitia. Jawab dengan bersungguh-sungguh. Sumbang dana. Sumbang pemikiran. Sumbang alternative solusi. Tetapkan siapa yang akan berangkat mewakili wilayah dan cabang. Apa aspirasi anda, apa harapan anda untuk FLP dan Indonesia.

Bersitegang? Berbeda pendapat? InsyaAllah, FLP adalah komunitas santun yang tak akan saling melemparkan kalimat-kalimat buruk yang dimurkaiNya dan tidak membawa keberkahanNya.

Saya sendiri, tak sabar menanti MUNAS FLP 2013.

Bersiap menjemput semangat magma literasi, bersiap merapikan organisasi, bersiap menyumbang dana terbaik yang kita bisa. Dan, tak sabar menimba ilmu dari suhu-suhu dunia literasi terbaik se jagad, insyaAllah.

Dan, menulis adalah passion kita. Anda, saya, akan menjadi penulis yang meninggalkan jejak di alam semesta! Bukan sekedar menghasilkan produk-produk individual, tapi FLP akan menghasilkan produk-produk komunal, international, madaniyah, melintasi batas geografis dan masa! Bersiap menuju Bali, 30 Agustus -1 September 2013 !

Salam Pena
“Jadikan penamu, bagaikan tongkat Musa” - Sir Muhammad Iqbal

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201321.30.00

FLP dan Organisasi; Seri Menuju Munas FLP 2013 (3/4)

oleh Sinta Yudisia

Bacalah buku-buku tentang Steve Jobs dan kita akan temukan, kenapa Apple yang merajai, bukan Xerox. Saya kenal Xerox sejak kecil. Pendek kata, kalau mau fotokopi, orang akan berkata,

“…di Serok aja.” (Xerox, maksudnya)

Ternyata , si mouse ( alat yang sering kita genggam sebagai penunjuk cursor) semula ditemukan litbang Xerox. Steve Jobs berkunjung sebagai studi banding, belajar dari Xerox termasuk teknologi si mouse tikus. Terlepas dari kesan orang-orang bahwa Jobs mencuri teknologi “si tikus” , ada salah satu filosofi Jobs yang tidak dimiliki Xerox dan terbukti, hal itu menjadikan Xerox raksasa fotokopi yang ekslusif, hebat, tapi stagnan. Jobs selalu beranggapan yang intinya, semua teknologi yang ia dapatkan akan ia kembangkan dan bagikan untuk kesejahteraan ummat manusia (tentu, tidak mengesampingkan efek hak paten dan perolehan ekonomis J). (Baca tulisan saya Hasan Al Banna dan Steve Jobs).

Bagi Steve Jobs, setiap manusia akan meninggalkan jejak di alam semesta ketika ia tidak henti-henti selalu berpikir untuk menyumbangkan hal terbaik bagi ummat manusia, apapun bentuknya.

Saya, anda, bisa menjadi individu sukses tanpa bergabung di FLP. Toh Stephen King, JRR Tolkien, JK Rowling, dsb tidak bergabung di FLP. Mereka sukses juga. Tapi saya sangsi, apakah tanpa FLP saya dapat berbagi semangat kepenulisan hingga Sumenep atau Banyuanyar, Pamekasan sana – bertemu santri-santrai tradisional yang sangat sederhana? Toh dengan menjadi penulis terkenal dan punya cukup royalti, impaslah sudah semua jerih payah.

Bersambung.

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201320.30.00

Forum Lingkar Pena, Anugerah untuk Indonesia ; Seri Menuju Munas FLP 2013 (2/4)

oleh Sinta Yudisia

Ini bukan sekedar kredo omong kosong. FLP memang anugerah bagi bangsa. Bila anda pernah bertemu dengan komunitas-komunitas sastra, biasanya mereka berisi 5-10 orang. Solid memang, mereka mengejar kualitas dan kuantitas. Target sasaran : tergantung. Koran, penerbit, film, dan lain-lain.

FLP? Aduh, ribet banget.

Ada AD/ART. Ada  Galibu. Ada Munas yang berongkos besar. Ada aturan logo. Ada keputusan pusat. Padahal kan, menulis itu karya kreatif? Menulis itu imajinasi, sastra, karya seni, produk budaya dll dsb. Apalagi, FLP dibatasi frame ke-Islam-an. Bukankah seni untuk seni?

Ah, indahnya FLP.

Maka kita bukan hanya memburu produktivitas.

“Eh, berapa sudah bukumu?”

“Tahun ini aku terbit 4 buku,” sembari menyebut sederet penerbit kondang nasional.

FLP, juga ranah belajar.

Sama seperti ketika saya belajar kepada mas Joni Ariadinata tentang Existere.

“Sinta, kamu menulis tentang pelacuran tapi tanggung banget! Kamu pingin menulis Dolly, tapi kamu nggak mau menuliskan tentang dunia remang-remangnya.”

Saya, yang merasa harus mempertahankan nilai-nilai keIslaman sempat bersitegang.

“Lho? Kan saya nggak mungkin menggambarkan adegan ranjang? Saya nggak mau menuliskan hal erotis, mengandung muatan pornografi.”

Ah, ternyata ilmu saya masih sangat cetek dalam dunia literasi. Mas Joni Ariadinata dengan bijak menyebutkan sebuah novel bertema pelacuran, yang menggambarkan hubungan suami istri bukan seperti proses alat reproduksi pelajaran biologis . Hal yang dianggap tabu oleh penulis boleh dituliskan, dengan…simbolisasi. Saya ingat sekali mas Joni memberikan nasehat,

“kamu kan bisa menggambarkan hubungan lelaki perempuan seperti setangkai bunga dan kumbang yang menghisap madu?”

Ups, saya benar-benar terpana. Dan sungguh banyak belajar.

Bila anda membaca Gadis Berbunga Kamelia – Alexander Duma Jr, sungguh tak ada adegan ranjang meski pekerjaan Margeurite adalah penjaja cinta. Pemuda yang jatuh cinta padanya dengan tulus – Armand Duval- mengantarkan Margeurite hingga pintu apartement. Disitu telah menunggu Count D., sang pelanggan. Margeurite menyapa Count dengan manis, meninggalkan Armand sendiri. Margeurite dan Count naik ke lantai atas, lalu mereka berdua mematikan lampu.

Cukup disitu, dan kita mendapatkan gambaran bagaimana hubungan Margeurire dan para pelanggan cintanya.

Saya belajar banyak dari orang-orang berilmu tentang bagaimana mengungkapkan dakwah indah dengan tulisan. Kita boleh membahas tema apa saja : cinta, pelacuran, hubungan sejenis, politik, pembunuhan, detektif, fantasi dll tetapi semua tidak meninggalkan ciri khas seorang penulis santun. Saat ia menyampaikan, tujuan kisahnya adalah untuk memberikan hikmah dan pengajaran, bukan mengajari kesesatan.

Bagi saya pribadi, FLP memang anugerah bagi bangsa Indonesia.

Berhimpun remaja, anak-anak, orangtua, yunior senior, menyebarkan semangat literasi. Ditengah kesulitan ekonomi dan apapun keputusan pemerintah, FLP terus bergerak dengan dakwah yang manis, menghibur, dan memberikan edukasi.

Bersambung.

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201319.30.00

Seri Menuju MUNAS FLP 2013; Sebuah Pengantar (1/4)

oleh Sinta Yudisia.

Masih ingat MUNAS FLP 2009 di Kaliurang?

Hawa  dingin, makan bersama, mendaki lereng Merapi sembari berdiskusi seputar dunia literasi. Tak lupa bertemu penulis-penulis favorit, sang inspirator, sembari meminta tanda tangan dan foto bersama. Bagi saya pribadi, MUNAS FLP 2009 memiliki kenangan tersendiri saat Existere dikuliti habis-habisan oleh suhu kami, mas Joni Ariadinata.

Demikian cepat waktu berlalu.

4 tahun kemudian, para penulis terus mencoba eksis dengan cara masing-masing.

Sebagian terus menulis buku, fiksi maupun nonfiksi. Sebagian lebih suka berkiprah di organisasi, menyelenggarakan event perbukuan semisal bedah buku sembari mengundang selebritis perbukuan –kang Abik misalnya. Sebagian lebih suka mendirikan indie publishing atau menjadi writer agency. Sebagian lebih suka mengamati, menjadi kritikus andal yang mencermati .karya-karya FLP.

Bila FLP dianalogikan sebuah keluarga, kita dapat membayangkan bagaimana pola keluarga dengan anak-anak balita atau anak remaja. Memiliki anak-anak usia prasekolah dan SD misalnya, masih perlu dibimbing, disuapi, dimarahi sesekali dan si anak akan merunduk ketakutan. Menginjak remaja, anak-anak yang semakin berkembang menuju kematangan cortex prefrontalnya akan lebih mampu menimbang, menelaah, memutuskan sehingga seringkali timbul ketidak sefahaman dengan orangtua. Orangtua yang telah makan asam garam kehidupan seringkali ingin mengambil jalan cepat : jangan sampai si anak tertimpa kesulitan. Sementara anak remaja yang tengah dipenuhi gairah kehidupan, energi vitalitas beranggapan : memang kenapa kalau aku ambil pengalaman sebanyak-banyaknya, yang paling ekstrim sekalipun?

FLP kini ibarat remaja.

Elok nian. Paras rupawan, ranum, energik, imajinatif, melompat dari satu impian ke impian yang lain.

Pernahkah pula melihat segerombolan anak balita dan anak remaja?

Di pesta ulang tahun, anak-anak kecil akan diam sembari menggenggam balon, menyesap permen, menyaksikan badut pertunjukan. Di pesta ulang tahu si remaja akan ada clique, peer group, bunga pesta, saling lirik pesona atau lirik curiga. Bisik-bisik, kenapa dia mendominasi? Kenapa yang ini diam saja? Senggol, sikut, kelakar, atau juga tersinggung dan sesekali mungkin, adu kekuatan yang bisa diselesaikan dengan damai atau berlanjut lebih jauh : tawuran.

Bersambung ...

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201318.03.00