Rabu, 28 Agustus 2013

Bawa Apa Saja ke Munas? Ini Saran Ketua Wilayah Lampung

Musyawarah Nasional ke-3 Forum Lingkar Pena sudah di depan mata. Ajang 4 tahunan itu akan mempertemukan anggota FLP se-Indonesia dan mancanegara. Banyak di antaranya merupakan cerpenis tulen, novelis kenamaan, penulis berpengalaman, editor kawakan, hingga yang berprofesi di bidang penerbitan.

Lalu kira-kira apa saja yang "harus" dibawa oleh peserta Munas? Berikut ini 7+ yang disarankan oleh Naqiyyah Syam, Ketua FLP Wilayah Lampung
  1. Ide dan masukan. Baca dulu AD/ART, nanti akan dibahas masukan-masukan seluruh pengurus FLP Wilayah/cabang mengenai AD/ART dan organisasi FLP ke depan.
  2. Bawa buku. Nah, ini bisa jadi ajang promo buku, saling diskusi, tukar hadiah, atau bisa buat door prize panitia
  3. Bawa cerpen/puisi. Nah, nanti mumpung ketemu para penulis hebat FLP. Coba asistensi mengenai karyanya. Bawa spidol/pena warna merah, minta coretan langsung dengan penulis hebatnya, kalo sudah dapat kritik dan saran, tinggal action lebih bagus lagi.
  4. Bawa naskah, baik masih outline atau sudah diprint. Nanti ketemu penerbit atau pemimpin penerbitnya, sebut saja misalnya ada Mbak Rahmadiyanti Rusdi (NouraBooks) dan Mbak Afifah Afra (Indiva). Langsung deh ngobrol, ada peluang enggak naskah kita diterbitkan atau asistensi deh outlinenya, kira-kira oke enggak, dan seterusnya
  5. Bawa cinderamata khas daerah, ini bisa jadi ajang promo daerah dan menguatkan persahabatan FLP
  6. Bawa pena/laptop, dengarkan, catat, amalkan, sebarkan! Ini penting. datang ke Munas, jangan diam saja. Harus berani ngomong, dengarkan kegiatan yang berlangsung, nanti dicatat atau direkam, lalu action dan sebarkan ke daerahnya. Jangan pelit ilmu, walau datang dengan dana pribadi.
  7. Bawa kamera. Nah, ini penting juga buat dokumentasi, mumpung ketemu, bisa diabadikan, tapi yang sangat pentinga adalah: nyoblos siapakah ketua FLP baru ke depan?

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201309.15.00

Rabu, 21 Agustus 2013

Anugerah Pena FLP Dari Masa Ke Masa (1/2)

Anugerah Pena FLP merupakan ajang apresiasi karya 4 tahunan yang digelar Forum Lingkar Pena. Penyelenggaraannya biasanya berbarengan dengan Musyawarah Nasional. Selama riwayat pelaksanaannya, kategori-kategori Anugerah Pena FLP mengalami beberapa perubahan.

Dilaksanakan pertama kali pada tahun 2005, Anugerah Pena kala itu menyajikan 8 kategori dan 3 kategori penghargaan khusus. Kedelapan kategori itu ialah Novel Terpuji, Novel Remaja Terpuji, Cerpen Terpuji, Cerpen Remaja Terpuji, Non-Fiksi, Kaver Buku Terpuji, Penulis Pendatang Baru Terpuji, dan FLP Wilayah Terpuji.

Adapun 3 kategori penghargaan khusus ialah untuk Pengabdian di Bidang Sastra, diserahkan kepada Budayawan Kuntowijoyo, Buku Sastra Terpuji untuk Malaikat Tak Datang di Malam Hari  karya Joni Ariadinata. Penghargaan ketiga diserakan kepada Almarhumah Diana Roswita yang meninggal akibat tsunami, 26 Desember 2004. Diana dikenal sebagai Pendiri FLP Aceh dan pengarang lebih dari 10 buku fiksi.

Kemunculan fenomenal novel Ayat-ayat Cinta pada tahun 2004 tak luput dari radar. Novel karya Habiburrahman El-Shirazi yang akrab dipanggil Kang Abik itu diganjar dengan Anugerah Pena kategori Novel Terpuji.

Sementara itu, penghargaan khusus terhadap budayawan Kuntowijoyo, tidak bisa dilepaskan dari sumbangsih pemikirannya dalam memformulasikan Sastra Profetik. Istilah yang kerap diatributkan kepada Kuntowijoyo itu seolah bersenyawa dan menginspirasi semangat Islam dalam bersastra yang menjadi ciri khas FLP.

Berikut ini daftar lengkap peraih Anugerah Pena FLP 2005:

  • NOVEL TERPUJI: Ayat-Ayat Cinta-Habiburrahman El-Shirazi (Republika 2004)
  • NOVEL REMAJA TERPUJI: Di Selubung Malam  - Novia Syahidah (DAR Mizan, 2004)
  • KUMPULAN CERPEN TERPUJI: Dijemput Malaikat - Palris Jaya (DAR! Mizan 2004)
  • KUMPULAN CERPEN REMAJA TERPUJI: Cinta Tak Pernah Menari-Asma Nadia (Gramedia Pustaka Utama 2004)
  • NON FIKSI: Pagi Ini Aku Cantik Sekali-Azimah Rahayu (Syaamil 2004)
  • KAVER BUKU TERPUJI: Cinta Tak Pernah Menari (Gramedia Pustaka Utama 2004), Disain sampul  dan ilustrasi: Maryna Roesdy
  • PENULIS PENDATANG BARU TERPUJI: Abdurahman Faiz dengan buku: Untuk Bunda dan Dunia (DAR! Mizan 2004)
  • FLP WILAYAH TERPUJI: FLP Hong Kong

PERAIH PENGHARGAAN KHUSUS ANUGERAH PENA untuk:
  • Pengabdian di Bidang Sastra: Kuntowijoyo
  • Buku Sastra Terpuji: Malaikat Tak Datang di Malam Hari - Joni Ariadinata (DAR Mizan, 2004)
  • Almarhumah Diana Roswita (Pendiri FLP Aceh dan Pengarang lebih dari 10 buku fiksi, meninggal akibat tsunami, 26 Desember 2004)

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201317.06.00

FLP; Antara Literasi, Organisasi, dan Partai Politik (3/3 - Selesai)

Di FLP, penulis belajar banyak hal.

Menulis fiksi non fiksi. Fiksi dapat meliputi puisi, cerpen, cerbung, novelette maupun novel. Non fiksi, penulis belajar membuat opini, artikel, surat pembaca. Eileen Rahman, narasumber EXPERT di rubrik Karir Kompas, pernah menulis hal menarik. Dalam dunia global seperti sekarang, dinding pembatas seringkali tertembus oleh interaksi kecanggihan teknologi. Orang membawa pekerjaan ke rumah : penulis menulis sembari mengajari anaknya belajar, editor mengedit karya sembari memasak, illustrator menemani istri mengobrol. Orang membawa pekerjaan rumah ke kantor : ibu menanyakan kemajuan prestasi si anak lewat email kepada guru, ayah mengadakan janji dengan konselor saat memimpin rapat, ayah dan ibu mengadakan janji akhir pekan lewat media sosial yang terkontak dengan anggota keluarga yang lain.

Batas-batas itu semakin cair, meski tetap harus memperhatikan profesionalisme. Dunia maya, menguntungkan, sekaligus sekali waktu berbalik menyerang bagai boomerang.

Di FLP, banyak manusia tergabung. Yang pandai baca Quran, yang belum bisa baca Iqro. Yang punya twitter, yang belum bisa meng- email. Yang sudah punya buku, yang masih tersendat buat outline. Yang beranak banyak, yang masih jomblo keren. Yang Muhammadiyah, NU, salafi, jamaah tabligh atau dari jamaah lain. Yang partai X,Y, Z atau golput.

Seringkali dalam diskusi karya, teman-teman saling menyerang.

“Dakwah jangan masjid dan jilbab doang dong!”

“Yang pakai jilbab penulisnya aja, karyanya tetap harus universal.’

“Eh, kita kan nulis ada idealismenya?”

“Biarin karyaku nggak laku, yang penting dapat pahala.”

“Lho, penulis juga harus bicara entrepreneur, gak bisa kejual bukunya, gimana bsia bertahan di dunia literasi?”

“Literasi sudah masuk dunia hiburan, jadi harus menyesuaikan…”

Diskusi seru, hangat, kadang saling memojokkan.

Tapi di rumah ini, di FLP, dengan denyut literasi, kita menemukan cara menyatukan kembali langkah kita yang sesekali berlawanan arah. Bahwa kita mencintai negeri ini, bahwa kita ingin indeks pendidikan dan kualitas manusia Indonesia meningkat, salah satunya dengan kegemaran membaca. Apalagi jika diikuti dengan kesukaan menulis, alangkah bermartabatnya!

Jika ada orang yang berpikir pragmatis, bahwa ia bergabung dengan FLP supaya lekas tenar dan terbit buku, silakan. Jika orang berpikir bergabung di FLP agar memiliki *skill* di dunia kepenulisan, mengingat menulis dapat dilakukan siapa saja dan menjadi penghasilan *passive income*, silakan. Sepanjang tetap taat pada aturan, visi misi FLP.

Beberapa teman FLP memang demikian bergairah dengan ritme dakwah tertentu. Apalagi dunia literasi membutuhkan mental baja, daya tahan beton, daya lenting bagai pegas sehingga jika terinjak, justru melesat bebas ke angkasa! Di titik ini teman-teman biasanya membutuhkan penguatan ruhani, yang mereka dapatkan di majelis-majelis pengajian, di luar lingkaran FLP.

FLP sendiri sering dikaitkan dengan partai politik tertentu, melihat kinerja teman-teman.

Lebih banyak berjilbab, mengusung tema universalitas Islam, bekerja tanpa imbalan memadai; sering dianggap duplikasi atau analog dari partai X. Memang, ada teman-teman FLP yang berafiliasi kepada partai X dan sebagaimana kata Eileen Rahman, batas-batas pijakannya mencair. Selama ia professional, tak mengapa.

Di milis FLP sendiri, ada teman-teman yang bergitu bersemangat membahas partai dan admin dengan  bijak memutus diskusi bila dianggap sudah lewat dari jalur literasi.

Siapapun kita, bila berada di ranah seni, sastra, literasi, maka tema yang diusung memang jauh lebih universal dibanding sekat kepartaian. Bila seseorang telah menisbatkan dirinya dengan partai tertentu, hendaknya ia jauh lebih menjaga diri, karena bila ia mencoreng nama baik maka rusak nama FLP sekaligus rusak nama afiliasinya.

Dalam produk tulisan sendiri, teman-teman FLP yang menyukai ranah nonfiksi  akan mencoba gaya jurnalistik yang *cover both side*, tidak menyebarkan *hate speech* , tidak sekedar *cloning* dan copas, mencoba untuk menuliskan versi pendapatnya sendiri. Dalam tulisan, idealism penulis akan tampak jelas, terutama ranah non fiksi. Data dan fakta yang diajukan, akan merujuk pada lembaga dan seterusnya dapat ditelusuri. Teman-teman mahasiswa yang mulai melek politik akan mencoba menuliskan suksesi kampus, tema sosial semacam pronografi dan harga bawang merah bawang putih, hingga pesta demokrasi 2014. Semuanya belajar dengan gaya sendiri, versi visualisasi sendiri. Ada yang terlihat netral, ada yang terlihat sangat berpihak.

Di FLP, ranah literasi, kita mencoba membudidayakan menulis.

Menulis adalah tahapan yang lebih jauh dari membaca, sebab kita telah membaca, merenungkan, memaknai, menafsirkan ulang, menginterprtasi dan mencoba memproduksinya versi gaya alamiah kita sendiri.

FLP adalah payung besar yang menaungi siapapun yang bergiat di dunia literasi, tak peduli apapun afiliasinya. Mari bekerja sama atas hal-hal yang kita sepakati, dan menghargai apa yang menjadi titik perbedaan masing-masing.

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201316.30.00

FLP; Antara Literasi, Organisasi, dan Partai Politik (2/3)

oleh Sinta Yudisia
Kepala Divisi Kaderisasi Badan Pengurus Pusat Forum Lingkar Pena

Dalam kisah Yusuf as, kita mungkin teringat akan tukang roti dan tukang pemerah anggur yang berada satu penjara bersamanya. Tahukah, apa makna semua? Saya sendiri terkejut, saat terlambat menyadari, bahwa makna dari kisah tersebut adalah : setiap orang yang kita temui, sejatinya ditentukan olehNya. Orang-orang di jalan, sekolah, kampus, tempat kerja, pasar, tetangga, di dunia maya; mereka akan memiliki posisi kelak sebagaimana Yusuf as dan tukang roti beserta tukan pemerah anggur.

Setiap orang yang kita temui, membawa jalinan kisah tersendiri dalam hidup ini, bagi kita dan alam semesta.

Itulah yang saya rasakan bersama FLP, Forum Lingkar Pena.

Sama sekali tak pernah menyadari, kesukaan sedari kecil terhadap tulis menulis di buku harian, kesukaan membuat cerpen untuk radio, kesukaan membuat puisi dan cerpen; Tuhan memperjalankan saya bertemu teman-teman luarbiasa dalam dunia literasi. Bertemu pendiri FLP, mbak Helvy, mbak Asma Nadia, mbak Muthmainnah. Bertemu senior FLP seperti Teh Pipit, Mas Gola Gong, Mas Boim, mas Ali Muakhir.

Bertemu rekan-rekan seperjuangan dalam dunia menulis seperti kang Abik, kang Irfan, mbak Intan, Mbak Afra; bertemu organisatoris andal macam mbak Rahmadiyanti Rusdi, Yons Ahmad, Nurbaiti, Lia Octavia, Adam Muhammad. Bertemu dengan pecinta literasi dari penjuru dunia mulai Canada hingga Sumenep. Bertemu teman-teman yang tanpa nama mereka disebutkan dalam catatan pena manusia, Malaikat Roqib Atid tak akan lupa mencatat bait-bait kehidupan mereka yang berdaya guna bagi masyarakat.

Bersama FLP, saya memahami betul apa literasi, sebuah dunia yang semula asing; bersama FLP semakin mengasah kemampuan organisasi. Bukan hanya sekedar mengejar-ngejar donasi, tetapi bagaimana dapat mandiri. Bagaimana dapat membuat proposal dan bernegosiasi. Bagaimana dapat merancang acara bedah buku. Bagaimana dapat mengelola FLP hingga berjalan dari tahun ke tahun.

Kisah hidup kita, orang-orang yang ditemui, perasaan sedih akibat terasing, berjalan sendiri, terkubur bersama impian-impian panjang, terpenjara dalam system yang tidak berpihak pada dunia literasi sehingga penulis harus berjuang membesarkan dirinya sendiri dan organisasi yang diasuhnya adalah sedikit dari catatan perjalanan yang –sedikitnya- menyerupai kisah Yusuf as.

Tapi terpikirkah, bahwa setelah masa-masa terpenjara, tiba bagi FLP menjadi bendahara terpercaya yang akan mengelola dunia literasi dengan segala keunikannya : jiwa muda penuh semangat, komunitas 100 cabang sedunia, visi  misi Islami universal, tema-tema Islami yang jauh lebih melegenda dan lebih “Canon” ; lebih dari The Phantom of the Opera Gaston Leroux, The Lady of Camellias Alexander Duma Jr, Anthony Cleopatra Shakespear?

Di FLP, kita belajar literasi dan organisasi.

Saat menulis, kita makhluk solitaire, individu, bagai alien.

Saat buku terbit, kita adalah makhluk sangat sosial, dimana karya kita membutuhkan pengakuan, penghargaan dan tentunya *reward* atas segala jerih payah. Akan tiba masanya sebagaimana para ulama terdahulu, insyaAllah, penulis dibayar dengan emas seberat buku yang dihasilkannya.

Bersambung.

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201315.35.00

FLP; Antara Literasi, Organisasi, dan Partai Politik (1/3)


oleh Sinta Yudisia
Kepala Divisi Kaderisasi Badan Pengurus Pusat Forum Lingkar Pena

Salah satu film Ramadhan yang membekas selain film Umar bin Khathab di MNCTV adalah serial lepas di TVRI , serial Nabi Yusuf dan serial Maryam. Selama ini, tiap kali mendengar nama Yusuf disebut yang terlintas segera adalah wajahnya yang rupawan bak malaikat dan bagaimana wanita tergila-gila hingga tak sadar mengiris jemarinya hingga berlumuran darah, tak terkecuali Zulaikha, istri al Azis yang cantik jelita.

Sungguh, kisah Yusuf termaktub secara lengkap dalam QS: 12 sejak beliau bermimpi tentang sujudnya bintang bulan hingga perjalanan beliau di penjara, fitnah wanita, diangkatnya beliau sebagai bendahara Mesir dan pertemuan mengharukan Yaqub dengan putra terkasihnya.

Setiap perempuan hamil berangan-angan memiliki putra setampan Yusuf, sehingga nama Yusuf adalah nama paling populer yang dipersiapkan. Jarang sekali kita –setidaknya saya- mencermati bahwa kisah Yusuf sangat sarat makna. Kisah ini sempat kembali membuat tercengang, terpekur, tafakkur manakala Arab Spring meledak sejak protes *self immolation*Muhammad Bouazizi menggulung kekuasaan Zen Abidin Ben Ali, Tunisia. Semua penderitaan manusia – terhina, tertuduh, terisolasi, terpenjara, terfitnah sebagaimana Yusuf as bukan berarti Allah tak punya kuasa terhadap dirinya.

Dalam film Maryam, ada satu penggalan yang membuat kami sekeluarga menangis. Apakah karena fitnah terhadap Maryam dan Isa? Bukan. Tetapi bagaimana, begitu mahirnya kaum Yahudi membolak balik opini tentang Nabi, tentang ajaran kerasulan, bahkan tentang Tuhan Sekalian Alam!

Dikisahkan bahwa Nabi Zakaria yang sholih telah beranjak demikian tua. Istrinya hamil diusia tua, saat divonis mandul. Di sisi kisah lain, Zakaria yang sholih dan sederhana , mempercayai kesucian Maryam yang mengandung. Tetapi Zakaria, dengan sedikitnya pengikut, tak mampu meredam gejolak masyarakat yang menuduh Maryam sebagai pezina. Kesedihan Zakaria dan Maryam hanya dapat disandarkan padaNya. Pendeta Nathan, pemuka Yahudi, memberikan orasi demikian menakjubkan yang intinya sebagai berikut :

“Betapa malangnya Tuhan Zakaria dan Maryam! Tuhan yang selalu butuh pertolongan perempuan untuk mengungkatkan kenabian hambaNya. Pertama, istri Zakaria yang mandul dibuat hamil. Kedua, Maryam yang tak punya suami dibuat hamil. Apakah tak ada cara lain untuk menunjukkan kuasaNya selain mengambil pembuktian dengan perempuan?”

Film Maryam, menjadi film wajib tonton keluarga, memberikan makna yang jauh lebih dalam , bahwa peristiwa kenabian dan dakwah, adalah peristiwa mulia, luarbiasa, sarat hikmah yang akan menjadi petunjuk manusia di kemudian hari.

Bersambung.

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201313.51.00

Menkominfo Tifatul Sembiring Hadiri Munas FLP?

Musyawarah Nasional ke-3 Forum Lingkar Pena tahun 2013 mengusung tema "Quo Vadis Penulis Era Digital?" Dalam keterangannya, Panitia Munas menyampaikan bahwa teknologi digital yang terus berkembang tanpa bisa dibendung, telah menciptakan konvergensi media.

Sementara itu, data-data statistik menunjukkan dari 245 juta penduduk Indonesia, pengguna internetnya mencapai angka 55 juta orang. Angka itu diprediksi akan melonjak hampir 2 kali lipatnya, menjadi 107 juta orang pada akhir tahun depan. Data Kominfo pada April 2012 juga menunjukkan besarnya angka pengguna media sosial. Ada sebanyak 44,6 juta Facebook dan 19,5 juta pengguna Twitter di tanah air. Forum Lingkar Pena sebagai organisasi penulis, diharapkan mampu menjawab perkembangan dan tantangan kontemporer tersebut. Demikian dikemukakan Panitia Munas dalam keterangan tertulisnya.

Dengan latar belakang seperti itu, tak heran jika Munas kali ini turut mengundang Menkominfo Tifatul Sembiring untuk berbagi pembicaraan. Nama Menkominfo Tifatul Sembiring pun tertera dalam berbagai publikasi Munas.

"Pak Tifatul insya Allah bisa hadir," kata Dina Purnama Sari dari Seksi Acara Panitia Munas.

Menurut keterangan panitia, kepastian kehadiran Menkominfo tersebut diperoleh setelah dilakukan konfirmasi langsung ke pihak terkait. 

Menurut jadwal, Tifatul Sembiring akan hadir sebagai pembicara dalam seminar nasional di hari pertama pembukaan Munas pada 30 Agustus 2013. Info rinci kegiatan dapat dilihat di laman jadwal acara Munas FLP. [qf]

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201309.17.00

Kultwit Ketum FLP Izzatul Jannah Sambut #Munas3FLP

Musyawarah Nasional Forum Lingkar Pena tinggal menghitung hari. Ratusan utusan sudah terdaftar sebagai peserta. Berbagai agenda mulai dari seminar nasional, aksi literasi, anugerah pena dan terutama persidangan-persidangan telah disiapkan. Munas sendiri akan diselenggarakan di Hotel Green Villas, Denpasar, Bali dari tanggal 29 Agustus hingga 1 September nanti.

Berikut ialah kuliah Twitter atau kultwit Ketua Umum FLP 2009 - 2013 Setiawati Intan Savitri (Izzatul Jannah) di @intansavitri72 menyambut Munas ke-3 FLP.
  1. Organisasi adalah rahim kepemimpinan. FLP adalah salah satu dari Ibu yang melahirkan para pemimpin di bidang literasi di Indonesia.
  2. Ibu FLP akan kembali melahirkan para pemimpinnya dalam @MunasFLP ke-3.Pemimpin yang brsedia utk berbakti, berkarya, berarti di bidang Literasi
  3. Pemimpin yang berkarya, akan mampu berbakti, untuk organisasi. Pemimpin yang berbakti ia akan berarti tak hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk negeri
  4. Sikap rendah hati para pemimpin sungguh sebuah kemewahan pada hari-hari ini. Karena enggan berbakti, malah mengedepankan ego pribadi
  5. Sejak didirikan oleh @helvy @asmanada, dan @maimonh pd 22 Feb 1997. FLP mnempuh jalan organisasi, lengkap dengan perangkatnya, maka @MunasFLP jadi niscaya
  6. Melaksanakan @MunasFLP dengan menghadirinya, merayakannya, memeriahkannya, mendukungnya adalah bagian dari kredo literasi FLP
  7. Leader should serve.
  8. Leader should be humble.
  9. Great leader: get along with all elements.

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201308.35.00

Masuk Bursa Ketum FLP, Apa Kata Afifah Afra?

Nama Afifah Afra mencuat dalam bursa pencalonan Ketua Umum FLP 2013-2017. Novelis prolifik itu dipandang "sudah kenyang tata birokratif organisasi, terang benderang kekaryaannya, plus didukung jejaring yang tersebar," demikian dalam ungkapan Aries Adinata dari FLP Jawa Tengah.

Menurut laman pribadinya AfifahAfra.net, sedari tahun 2000 hingga sekarang, tak kurang dari 54 buku karyanya telah diterbitkan. Sekitar setengahnya berupa novel, sedang selebihnya mencakup jenis kumcer dan non-fiksi. Dari 27 novel itu, ia melahirkan 2 seri trilogi dan 1 seri tetralogi. Namanya juga kian berkibar dengan penerbitan Indiva Media Kreasi.

Lalu bagaimanakah tanggapan penulis yang memiliki nama asli Yeni Mulati Sucipto itu?

Dalam utas diskusi yang sama di mailing list FLP, penulis muslimah yang sudah dikaruniai 3 anak itu bergegas memberikan pernyataan atas wacana pencalonannya.

"Saya tidak bersedia dicalonkan jadi ketua FLP," kata sosok muslimah kelahiran Purbalingga, 18 Februari 1979 tersebut. Ia mengemukakan alasan bahwa banyak yang lebih siap dan mampu untuk menjadi Ketua Umum FLP.

Seperti sudah menjadi tradisi, dengan karakter organisasi seperti FLP, jabatan ketua tidak menjadi bahan rebutan. Menurut AD/ART, Musyawarah Nasional menjadi perangkat organisasi yang sah untuk menampung dan mewujudkan aspirasi anggota terhadap pilihan-pilihannya, termasuk dalam pemilihan ketua umum.  [ft]

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201304.30.00

Selasa, 20 Agustus 2013

Inilah Bursa Calon Ketua Umum FLP 2013-2017

Kendati Munas baru berlangsung mulai 30 Agustus nanti, sejumlah nama mulai mencuat sebagai bakal calon Ketua Umum FLP 2013 - 2017. Di antara nama-nama itu ialah Afifah Afra, Habiburrahman El-Shirazy, dan petahana Setiawati Intan Savitri.

Aries Adinata, Ketua FLP Solo 2009 - 2011 dan kader senior FLP Jawa Tengah, secara terang-terangan mengemukakan alasan "Kenapa harus Afifah Afra Satu?"

"Menjadi tetua FLP Pusat itu harus punya amunisi, baik finasial maupun non finansial, ia harus sudah kenyang tata birokratif organisasi, terang benderang kekaryaannya, plus didukung jejaring yang tersebar, ditambah lagi nama yang sudah menggema di seluruh kader FLP se Indonesia," urai Aries panjang lebar sebagaimana termuat di mailing list FLP.

Selama ini, selain aktif di FLP Jawa Tengah, Afra juga dikenal sebagai pemilik penerbitan. Hal senada juga diungkapkan Nening Mahendra, anggota FLP Tegal yang akrab dipanggil Nenek.

"Si Nenek ini sangat setuju, sangat mendukung Afifah Afra menjadi Ketua FLP Pusat. Saya mendoakan semoga Allah memudahkan segala sesuatunya buat Afifah Afra, buat keluarga, suami dan anak-anak," kata Nening.

Lain halnya dengan anggota FLP yang menjuluki diri sebagai Kang Abik Fans Club. Ia memandang bahwa FLP harus dipimpin oleh orang besar seperti Kang Abik, panggilan akrab Habiburrahman El-Shirazy yang moncer lewat berbagai novel dan filmnya. 

"Saya mengajukan Kang Abik karena prestasinya besar dan bisa membesarkan FLP. Hidup Kang Abik!" tandasnya.

Sementara sejumlah narasumber di Jakarta secara tersirat menunjukkan apresiasinya atas kinerja petahana Setiawati Intan Savitri, yang dianggap giat dan gigih dalam berjibaku mengembangkan Forum Lingkar Pena. Sosok penulis perempuan yang juga salah seorang Kadiv Penerbitan Sastra dan Budaya Balai Pustaka itu dipandang cukup berhasil dalam melakukan terobosan-terobosan bisnis bagi FLP.

Pemilihan Ketua Umum termasuk salah satu agenda persidangan Munas, selain sidang-sidang yang membahas laporan pertanggungjawaban dan AD/ART. Setiap FLP Cabang berhak mengirimkan 2 utusan, sedangkan FLP Wilayah berhak mengirimkan 3 utusan, di mana masing-masing memiliki hak suara.

Menurut jadwal yang disebarkan Panitia, acara yang dimulai pada tanggal 29 Agustus 2013 salah satunya mengagendakan konsolidasi wilayah dan cabang masing-masing.

Nama-nama bakal calon lain diperkirakan akan bermunculan seiring semakin dekatnya acara Munas. [zf]

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201320.22.00

Dekati Tenggat, Sudah 5 Wilayah Kirimkan Nominasi Anugerah Pena

Anugerah Pena menjadi ajang rutin setiap kali digelarnya Musyawarah Nasional Forum Lingkar Pena. Pada Munas ke-3 tahun ini, terdapat 8 kategori yang bisa diikuti.

Menurut keterangan Panitia, hingga H-2 dari tenggat, sudah ada 5 FLP Wilayah yang mengirimkan nominasi untuk 8 kategori itu. Kelima FLP Wilayah tersebut meliputi Arab Saudi, Aceh, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, dan Maluku Utara.

Dari 8 kategori yang ada, 5 di antaranya adalah kategori karya, mencakup puisi, cerpen, novel, non-fiksi, dan artikel. Sementara 3 sisanya ialah kategori penulis, cabang, dan wilayah.

Keterangan lebih rinci dapat dibaca di halaman Anugerah Pena.

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201318.44.00

Senin, 19 Agustus 2013

FLP dan Piramida Abraham Maslow; Seri Menuju Munas FLP 2013 (4/4)

oleh Sinta Yudisia

FLP istimewa. Malah, sangat istimewa.

Kalau di dunia ini secara manusiawi, hasrat manusia mengikuti piramida Maslow yang terbagi antara 5 atau 7 tingkatan. Paling bawah adalah kebutuhan fisiologis seperti makan, minum, bernafas dst hingga tertinggi adalah aktualisasi. Belakangan, Maslow mengubah 5 menjadi 7, bahwa tingkat tertinggi manusia adalah hasrat hubungan transendental. Artinya, manusia biasanya baru berpikir berbagi dan berpikir tentang Tuhan bila terpenuhi semua kebutuhan nya : makan, sex, keamanan, sosial.

Pertanyaannya, adakah orang-orang yang hasrat hidupnya justru terbalik?

Kata Maslow ada, orang-orang special macam Bunda Theresa yang selalu berpikir tentang Tuhan dan orang lain, meski ia kekurangan.

Saya, menemukan teman-teman FLP seperti piramida terbalik Maslow.

Berpikir Tuhan, ketika mereka sendiri masih merintis bisnis, menapaki tertatih jalan awal kepenulisan, mahasiswa dengan kantong pas-pasan.

Berpikir sosial dan orang lain, ketika kebutuhan individu mereka masih jauh dari tercukupi. Masih banyak teman-teman FLP yang harus berjuang untuk mencapai kemandirian financial, berusaha memenuhi kebutuhan primer, tetapi mereka tak segan menyumbang Galibu dan membeli karya teman-teman yang lain sebagai bentuk kepedulian.

Steve Jobs adalah manusia unggul di abad ini, tapi ia sadar, tanpa kerja tim ia tak akan sesukses sekarang. 1977, ketika Apple di ambang kehancuran, Jobs mengumpulkan semua karyawannya dan berkata kuranglebih,” …yakinlah, bahwa orang dengan passion, dapat  mengubah manusia menjadi lebih baik.”

Ingatlah nasehat Michaelangelo.

“Bahaya bagi kebanyakan manusia bukan terletak pada menetapkan tujuan terlalu tinggi dan gagal, tetapi dalam menetapkan tujuan terlalu rendah dan mencapainya.”

Kerja tim.

Tujuan yang tinggi.

Maka FLP tidak akan pernah sama dengan yang lain. Mirip mungkin, tapi FLP organisasi yang unik. Sebagai penulis mungkin seseorang bersikap individualis : mencari ide, membuat outline, mengejar deadline, menembus penerbit. What next? Jawabannya : kerja tim.

Penerbit dan timnya merumuskan bentuk buku, membaca pasar, membuat produk, menyiapkan ilustrasi, menetapkan harga. FLP-FLP  di tempat lain menyiapkan komunitas, membantu meresensi, membantu mempromosikan, menyiapkan network. Di sisi lain, terketuk hati kita untuk berbagi semangat kepenulisan dan membangkitkan gairah literasi, bahwa Islam pernah mencapai masa keemasan di ere medieval age karena setiap lapisan masyarakat mulai khalifah, wazir, ulama, umara, cendekiawan, masyarakat – semua tergila-gila buku dan ilmu.

Maka, ayo tetapkan target unggul tentang anda dan FLP.

Selain target tenggat buku, mari jadikan FLP sebagai organisasi yang rapi, solid, tangguh dan menjadi salah satu produk unggulan bangsa Indonesia. Kemana orang akan bertanya tetnang wawasan literasi mulai anak-anak hingga senior, jawabannya adalah FLP. Untuk hal tersebut, dibutuhkan kesadaran untuk berkerja layaknya tim dengan dengan otak computer tercanggih.

Bukan kerja tim dengan lelet, lambat.

Ayo, sambut SMS-SMS dari panitia, respons email-email panitia. Jawab dengan bersungguh-sungguh. Sumbang dana. Sumbang pemikiran. Sumbang alternative solusi. Tetapkan siapa yang akan berangkat mewakili wilayah dan cabang. Apa aspirasi anda, apa harapan anda untuk FLP dan Indonesia.

Bersitegang? Berbeda pendapat? InsyaAllah, FLP adalah komunitas santun yang tak akan saling melemparkan kalimat-kalimat buruk yang dimurkaiNya dan tidak membawa keberkahanNya.

Saya sendiri, tak sabar menanti MUNAS FLP 2013.

Bersiap menjemput semangat magma literasi, bersiap merapikan organisasi, bersiap menyumbang dana terbaik yang kita bisa. Dan, tak sabar menimba ilmu dari suhu-suhu dunia literasi terbaik se jagad, insyaAllah.

Dan, menulis adalah passion kita. Anda, saya, akan menjadi penulis yang meninggalkan jejak di alam semesta! Bukan sekedar menghasilkan produk-produk individual, tapi FLP akan menghasilkan produk-produk komunal, international, madaniyah, melintasi batas geografis dan masa! Bersiap menuju Bali, 30 Agustus -1 September 2013 !

Salam Pena
“Jadikan penamu, bagaikan tongkat Musa” - Sir Muhammad Iqbal

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201321.30.00

FLP dan Organisasi; Seri Menuju Munas FLP 2013 (3/4)

oleh Sinta Yudisia

Bacalah buku-buku tentang Steve Jobs dan kita akan temukan, kenapa Apple yang merajai, bukan Xerox. Saya kenal Xerox sejak kecil. Pendek kata, kalau mau fotokopi, orang akan berkata,

“…di Serok aja.” (Xerox, maksudnya)

Ternyata , si mouse ( alat yang sering kita genggam sebagai penunjuk cursor) semula ditemukan litbang Xerox. Steve Jobs berkunjung sebagai studi banding, belajar dari Xerox termasuk teknologi si mouse tikus. Terlepas dari kesan orang-orang bahwa Jobs mencuri teknologi “si tikus” , ada salah satu filosofi Jobs yang tidak dimiliki Xerox dan terbukti, hal itu menjadikan Xerox raksasa fotokopi yang ekslusif, hebat, tapi stagnan. Jobs selalu beranggapan yang intinya, semua teknologi yang ia dapatkan akan ia kembangkan dan bagikan untuk kesejahteraan ummat manusia (tentu, tidak mengesampingkan efek hak paten dan perolehan ekonomis J). (Baca tulisan saya Hasan Al Banna dan Steve Jobs).

Bagi Steve Jobs, setiap manusia akan meninggalkan jejak di alam semesta ketika ia tidak henti-henti selalu berpikir untuk menyumbangkan hal terbaik bagi ummat manusia, apapun bentuknya.

Saya, anda, bisa menjadi individu sukses tanpa bergabung di FLP. Toh Stephen King, JRR Tolkien, JK Rowling, dsb tidak bergabung di FLP. Mereka sukses juga. Tapi saya sangsi, apakah tanpa FLP saya dapat berbagi semangat kepenulisan hingga Sumenep atau Banyuanyar, Pamekasan sana – bertemu santri-santrai tradisional yang sangat sederhana? Toh dengan menjadi penulis terkenal dan punya cukup royalti, impaslah sudah semua jerih payah.

Bersambung.

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201320.30.00

Forum Lingkar Pena, Anugerah untuk Indonesia ; Seri Menuju Munas FLP 2013 (2/4)

oleh Sinta Yudisia

Ini bukan sekedar kredo omong kosong. FLP memang anugerah bagi bangsa. Bila anda pernah bertemu dengan komunitas-komunitas sastra, biasanya mereka berisi 5-10 orang. Solid memang, mereka mengejar kualitas dan kuantitas. Target sasaran : tergantung. Koran, penerbit, film, dan lain-lain.

FLP? Aduh, ribet banget.

Ada AD/ART. Ada  Galibu. Ada Munas yang berongkos besar. Ada aturan logo. Ada keputusan pusat. Padahal kan, menulis itu karya kreatif? Menulis itu imajinasi, sastra, karya seni, produk budaya dll dsb. Apalagi, FLP dibatasi frame ke-Islam-an. Bukankah seni untuk seni?

Ah, indahnya FLP.

Maka kita bukan hanya memburu produktivitas.

“Eh, berapa sudah bukumu?”

“Tahun ini aku terbit 4 buku,” sembari menyebut sederet penerbit kondang nasional.

FLP, juga ranah belajar.

Sama seperti ketika saya belajar kepada mas Joni Ariadinata tentang Existere.

“Sinta, kamu menulis tentang pelacuran tapi tanggung banget! Kamu pingin menulis Dolly, tapi kamu nggak mau menuliskan tentang dunia remang-remangnya.”

Saya, yang merasa harus mempertahankan nilai-nilai keIslaman sempat bersitegang.

“Lho? Kan saya nggak mungkin menggambarkan adegan ranjang? Saya nggak mau menuliskan hal erotis, mengandung muatan pornografi.”

Ah, ternyata ilmu saya masih sangat cetek dalam dunia literasi. Mas Joni Ariadinata dengan bijak menyebutkan sebuah novel bertema pelacuran, yang menggambarkan hubungan suami istri bukan seperti proses alat reproduksi pelajaran biologis . Hal yang dianggap tabu oleh penulis boleh dituliskan, dengan…simbolisasi. Saya ingat sekali mas Joni memberikan nasehat,

“kamu kan bisa menggambarkan hubungan lelaki perempuan seperti setangkai bunga dan kumbang yang menghisap madu?”

Ups, saya benar-benar terpana. Dan sungguh banyak belajar.

Bila anda membaca Gadis Berbunga Kamelia – Alexander Duma Jr, sungguh tak ada adegan ranjang meski pekerjaan Margeurite adalah penjaja cinta. Pemuda yang jatuh cinta padanya dengan tulus – Armand Duval- mengantarkan Margeurite hingga pintu apartement. Disitu telah menunggu Count D., sang pelanggan. Margeurite menyapa Count dengan manis, meninggalkan Armand sendiri. Margeurite dan Count naik ke lantai atas, lalu mereka berdua mematikan lampu.

Cukup disitu, dan kita mendapatkan gambaran bagaimana hubungan Margeurire dan para pelanggan cintanya.

Saya belajar banyak dari orang-orang berilmu tentang bagaimana mengungkapkan dakwah indah dengan tulisan. Kita boleh membahas tema apa saja : cinta, pelacuran, hubungan sejenis, politik, pembunuhan, detektif, fantasi dll tetapi semua tidak meninggalkan ciri khas seorang penulis santun. Saat ia menyampaikan, tujuan kisahnya adalah untuk memberikan hikmah dan pengajaran, bukan mengajari kesesatan.

Bagi saya pribadi, FLP memang anugerah bagi bangsa Indonesia.

Berhimpun remaja, anak-anak, orangtua, yunior senior, menyebarkan semangat literasi. Ditengah kesulitan ekonomi dan apapun keputusan pemerintah, FLP terus bergerak dengan dakwah yang manis, menghibur, dan memberikan edukasi.

Bersambung.

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201319.30.00

Seri Menuju MUNAS FLP 2013; Sebuah Pengantar (1/4)

oleh Sinta Yudisia.

Masih ingat MUNAS FLP 2009 di Kaliurang?

Hawa  dingin, makan bersama, mendaki lereng Merapi sembari berdiskusi seputar dunia literasi. Tak lupa bertemu penulis-penulis favorit, sang inspirator, sembari meminta tanda tangan dan foto bersama. Bagi saya pribadi, MUNAS FLP 2009 memiliki kenangan tersendiri saat Existere dikuliti habis-habisan oleh suhu kami, mas Joni Ariadinata.

Demikian cepat waktu berlalu.

4 tahun kemudian, para penulis terus mencoba eksis dengan cara masing-masing.

Sebagian terus menulis buku, fiksi maupun nonfiksi. Sebagian lebih suka berkiprah di organisasi, menyelenggarakan event perbukuan semisal bedah buku sembari mengundang selebritis perbukuan –kang Abik misalnya. Sebagian lebih suka mendirikan indie publishing atau menjadi writer agency. Sebagian lebih suka mengamati, menjadi kritikus andal yang mencermati .karya-karya FLP.

Bila FLP dianalogikan sebuah keluarga, kita dapat membayangkan bagaimana pola keluarga dengan anak-anak balita atau anak remaja. Memiliki anak-anak usia prasekolah dan SD misalnya, masih perlu dibimbing, disuapi, dimarahi sesekali dan si anak akan merunduk ketakutan. Menginjak remaja, anak-anak yang semakin berkembang menuju kematangan cortex prefrontalnya akan lebih mampu menimbang, menelaah, memutuskan sehingga seringkali timbul ketidak sefahaman dengan orangtua. Orangtua yang telah makan asam garam kehidupan seringkali ingin mengambil jalan cepat : jangan sampai si anak tertimpa kesulitan. Sementara anak remaja yang tengah dipenuhi gairah kehidupan, energi vitalitas beranggapan : memang kenapa kalau aku ambil pengalaman sebanyak-banyaknya, yang paling ekstrim sekalipun?

FLP kini ibarat remaja.

Elok nian. Paras rupawan, ranum, energik, imajinatif, melompat dari satu impian ke impian yang lain.

Pernahkah pula melihat segerombolan anak balita dan anak remaja?

Di pesta ulang tahun, anak-anak kecil akan diam sembari menggenggam balon, menyesap permen, menyaksikan badut pertunjukan. Di pesta ulang tahu si remaja akan ada clique, peer group, bunga pesta, saling lirik pesona atau lirik curiga. Bisik-bisik, kenapa dia mendominasi? Kenapa yang ini diam saja? Senggol, sikut, kelakar, atau juga tersinggung dan sesekali mungkin, adu kekuatan yang bisa diselesaikan dengan damai atau berlanjut lebih jauh : tawuran.

Bersambung ...

oleh Munas FLP ke-3 tahun 201318.03.00