Kamis, 05 September 2013

FLP dan Rab'ah el-'Adaweyah

oleh Udo Yamin Majdi

Seminggu yang lalu, HP saya berdering. Di layar HP, muncul nama kontak, Kang Abik. Saya yang sedang membantu Lukman Fahmi mendata buku TBM Rumah Cerdas WSC (Word Smart Center) di Serba Guna WSC, berhenti sejenak.

"Assalamu'alaikum... apa kabar akhi?" Terdengar suara khas Habiburrahman el-Shirazy membuka percakapan kami.

Setelah kami menanyakan kondisi masing-masing, Kang Abik menanyakan kondisi FLP Garut sekaligus meminta saya menghadiri Munas FLP di Bali. Saya belum bisa memberikan jawaban, sebab sepulang dari Lampung, saya mendapat amanat dari Yayasan Warotsatul Anbiya (YWA) untuk melakukan studi banding ke Masjid Agung Garut, Masjid Agung Bogor dan PUSDAI Bandung. Selain itu, saya harus membantu Lukman membenahi administrasi tiga lembaga di bawah WSC: PAUD Ahsanu Taqwim, TBM Rumah Cerdas, dan LKP Word Smart, serta menyelesaikan beberapa agenda Yayasan Darul Fikri Garut, terutama kurikulum Pondok Pesantren Quran Terpadu (PPQT) Darul Fikri dan beasiswa untuk anak RA dan MDTA Al-Ittihad.

Hari itu juga, saya menelpon Alvin, ketua FLP Garut. Ternyata dia sudah pindah ke Bandung dan FLP Garut dilanjutkan oleh Abung Abdul Ghafur. Beberapa hari kemudian, Abung menghubungi saya, bahwa dia dan teman-teman FLP Garut, tidak bisa ikut Munas karena beberapa hal, terutama persiapan MPM (KKN).

* *  *
Disela-sela kesibukan saya, saya masih menyempatkan diri untuk mengikuti perkembangan Munas FLP lewat status beberapa anggota FLP yang hadir. Seorang teman memberi tahu, bahwa hari ini, ada agenda menulis serentak "SUARA PENULIS INDONESIA", salah satu temanya: solidaritas terhadap Mesir.

FLP dan Mesir, dua hal ini terpatri dalam lubuk hati. Betapa tidak, saya mengenal FLP di Mesir, tepatnya di daerah yang saat ini begitu populer di seantero dunia: Rob'ah. Iya, di Rob'ah el-'Adaweyah, di sekretariat KEMASS, saya dan Kang Abik beserta belasan mahasiswa Universitas Al-Azhar berkumpul. Kami sepakat mendirikan FLP Mesir, dan ketuanya Kang Abik sang penulis novel Ayat-Ayat Cinta itu.

Rab'ah el-'Adaweyah tidak bisa dihapus dari sejarah FLP Mesir, sebab di imaroh (apartemen) di perapatan Rab'ah inilah FLP periode Mbak Fera, berkumpul seminggu sekali mengadakan acara "Bengkel Menulis". Tidak hanya itu, pada periode berikutnya: mulai dari ketuanya Mukhlis Rais, Indra Gunawan, Teguh Hudaya, dan seterusnya, FLP Mesir tidak melepaskan diri dari Rab'ah, sebab sering mengadakan acara di Auditorium Wisma Nusantara dan ruang PMIK.

Sekarang daerah Rab'ah el-'Adaweyah menjadi icon, bahkan gambar empat jari berwarna kuning itu, menjadi simbol perlawanan terhadap kezaliman. Dan orang zalim itu menggunakan media sebagai alat meracuni massa, sehingga banyak orang Mesir menjadi penipu atau tertipu oleh agenda seting dari media yang berupaya menurunkan presiden yang sah dan dipilih secara demokratis. Polemiik pun terjadi, bukan hanya di kalangan media Mesir, melainkan berbagai media, termasuk media online yang dikelola oleh orang non-Mesir. Masing-masing membela kubunya.

Lihat, betapa ampuhnya media, sehingga tidak salah kalau memang disebut sebagai "kekuatan keempat" setelah trias politika: legislatif, eksekutif dan yudikatif. Media bisa menghukumi orang benar menjadi salah, atau sebaliknya, orang yang jelas-jelas salah menjadi orang baik-baik; bisa menaikan orang ke kursi kekuasaan, atau sebaliknya, bisa menurunkan orang dari jabatannya; dan seterusnya.

Di sinilah, FLP harus berperan, melahirkan insan media atau para mujahid pena yang melawan kedzaliman. Saya masih ingat obrolan dengan Kang Abik saat mau mendirikan FLP Mesir, "Akhi, kita mendukung FLP ini, sebab saya lihat FLP ini murni untuk menyuarakan kebenaran, dan saat ini, ada kelompok tertentu mendiskriditkan FLP, sebagai komunitas yang puberitas keislaman, tidak memahami Islam, dan bukan dari kalangan santri, sebab para pendiri dan aktivisnya, memang banyak bukan santri. Mari kita gabung di gerbong ini, agar mereka tahu bahwa di FLP ada santrinya, bahkan mahasantri Al-Azhar!"

Kebenaran-kebatilan, selalu ada di mana saja dan kapan saja, senantiasa bertarung. Ini sebuah keniscayaan. Dan FLP telah memilih sebagai komunitas untuk membela dan menyuarakan kebenaran. Sebuah media, menjadi benar atau batil, tergantung dengan siapa yang mengelola media itu, alias tergantung dengan orangnya. Bila media adalah senjata, maka manfaat atau mudharatnya senjata ini tergantung dengan siapa yang di belakang senjata, behind the gun.

Nah, agenda utama yang terberat oleh FLP, menurut saya adalah menciptakan "ahlul haq" yang memahami "al-haq". Sebab, ketika insan FLP ahlul haq dan memahami al-haq, maka tulisan atau karya-karya mereka akan melahirkan kebenaran.

*  *  *

Pagi ini saya baru buka FB, dari kemaren sore saya tidak online, sebab menemani isteri dan anak-anak renang ke Puncak Darajat. Tadi malam langsung tidur.

Di status beberapa anggota FLP menulis tentang pemilihan ketua FLP. Untuk memastikan siapa yang terpilih, saya menghubungi Kang Abik.

"Salam. Kang Abik, siapa ketua FLP Pusat yang terpilih memimpin gerakan mujahid dakwah bilqalam? Siapapun yang terpilih, smoga Allah memberkahinya, dan sampaikan tahniah untuk beliau." Demikian isi SMS saya.

Tak berapa lama, ada SMS balasan, "Ketuanya sekarang Mbak Sinta Yudisia."

* * *

Selamat kepada Mbak Sinta Yudisia melanjutkan estapeta kepemimpinan FLP setelah dipimpin oleh Mbak Helvy Tiana Rosa (Jakarta), Kang Irfan Hidayatullah (Bandung), dan Izzatul Jannah (Solo). Perjuangan itu masih sangat panjang, sepanjang waktu masih bergulir. FLP, yang saya fahami, bukan hanya sekadar belajar menulis, melainkan "kawah chandradimuka" melahirkan manusia ahlul haq dan karya al-haq. Ini adalah pekerjaan sangat berat. Semoga Allah memberkahimu.


Dan..., bila Rab'ah tempat aksi damai itu menjadi simbol perjuangan, maka semoga FLP tempat pegiat "dunia sunyi" ini pun menjadi icon perlawanan terhadap kezaliman. Biarkan pena berbicara!

* * *

Garut, Ahad, 1 September 2013

0 komentar:

Posting Komentar