Rabu, 21 Agustus 2013

FLP; Antara Literasi, Organisasi, dan Partai Politik (1/3)

Ket.:


oleh Sinta Yudisia
Kepala Divisi Kaderisasi Badan Pengurus Pusat Forum Lingkar Pena

Salah satu film Ramadhan yang membekas selain film Umar bin Khathab di MNCTV adalah serial lepas di TVRI , serial Nabi Yusuf dan serial Maryam. Selama ini, tiap kali mendengar nama Yusuf disebut yang terlintas segera adalah wajahnya yang rupawan bak malaikat dan bagaimana wanita tergila-gila hingga tak sadar mengiris jemarinya hingga berlumuran darah, tak terkecuali Zulaikha, istri al Azis yang cantik jelita.

Sungguh, kisah Yusuf termaktub secara lengkap dalam QS: 12 sejak beliau bermimpi tentang sujudnya bintang bulan hingga perjalanan beliau di penjara, fitnah wanita, diangkatnya beliau sebagai bendahara Mesir dan pertemuan mengharukan Yaqub dengan putra terkasihnya.

Setiap perempuan hamil berangan-angan memiliki putra setampan Yusuf, sehingga nama Yusuf adalah nama paling populer yang dipersiapkan. Jarang sekali kita –setidaknya saya- mencermati bahwa kisah Yusuf sangat sarat makna. Kisah ini sempat kembali membuat tercengang, terpekur, tafakkur manakala Arab Spring meledak sejak protes *self immolation*Muhammad Bouazizi menggulung kekuasaan Zen Abidin Ben Ali, Tunisia. Semua penderitaan manusia – terhina, tertuduh, terisolasi, terpenjara, terfitnah sebagaimana Yusuf as bukan berarti Allah tak punya kuasa terhadap dirinya.

Dalam film Maryam, ada satu penggalan yang membuat kami sekeluarga menangis. Apakah karena fitnah terhadap Maryam dan Isa? Bukan. Tetapi bagaimana, begitu mahirnya kaum Yahudi membolak balik opini tentang Nabi, tentang ajaran kerasulan, bahkan tentang Tuhan Sekalian Alam!

Dikisahkan bahwa Nabi Zakaria yang sholih telah beranjak demikian tua. Istrinya hamil diusia tua, saat divonis mandul. Di sisi kisah lain, Zakaria yang sholih dan sederhana , mempercayai kesucian Maryam yang mengandung. Tetapi Zakaria, dengan sedikitnya pengikut, tak mampu meredam gejolak masyarakat yang menuduh Maryam sebagai pezina. Kesedihan Zakaria dan Maryam hanya dapat disandarkan padaNya. Pendeta Nathan, pemuka Yahudi, memberikan orasi demikian menakjubkan yang intinya sebagai berikut :

“Betapa malangnya Tuhan Zakaria dan Maryam! Tuhan yang selalu butuh pertolongan perempuan untuk mengungkatkan kenabian hambaNya. Pertama, istri Zakaria yang mandul dibuat hamil. Kedua, Maryam yang tak punya suami dibuat hamil. Apakah tak ada cara lain untuk menunjukkan kuasaNya selain mengambil pembuktian dengan perempuan?”

Film Maryam, menjadi film wajib tonton keluarga, memberikan makna yang jauh lebih dalam , bahwa peristiwa kenabian dan dakwah, adalah peristiwa mulia, luarbiasa, sarat hikmah yang akan menjadi petunjuk manusia di kemudian hari.

Bersambung.

0 komentar:

Posting Komentar