Senin, 19 Agustus 2013

Forum Lingkar Pena, Anugerah untuk Indonesia ; Seri Menuju Munas FLP 2013 (2/4)

Ket.:

oleh Sinta Yudisia

Ini bukan sekedar kredo omong kosong. FLP memang anugerah bagi bangsa. Bila anda pernah bertemu dengan komunitas-komunitas sastra, biasanya mereka berisi 5-10 orang. Solid memang, mereka mengejar kualitas dan kuantitas. Target sasaran : tergantung. Koran, penerbit, film, dan lain-lain.

FLP? Aduh, ribet banget.

Ada AD/ART. Ada  Galibu. Ada Munas yang berongkos besar. Ada aturan logo. Ada keputusan pusat. Padahal kan, menulis itu karya kreatif? Menulis itu imajinasi, sastra, karya seni, produk budaya dll dsb. Apalagi, FLP dibatasi frame ke-Islam-an. Bukankah seni untuk seni?

Ah, indahnya FLP.

Maka kita bukan hanya memburu produktivitas.

“Eh, berapa sudah bukumu?”

“Tahun ini aku terbit 4 buku,” sembari menyebut sederet penerbit kondang nasional.

FLP, juga ranah belajar.

Sama seperti ketika saya belajar kepada mas Joni Ariadinata tentang Existere.

“Sinta, kamu menulis tentang pelacuran tapi tanggung banget! Kamu pingin menulis Dolly, tapi kamu nggak mau menuliskan tentang dunia remang-remangnya.”

Saya, yang merasa harus mempertahankan nilai-nilai keIslaman sempat bersitegang.

“Lho? Kan saya nggak mungkin menggambarkan adegan ranjang? Saya nggak mau menuliskan hal erotis, mengandung muatan pornografi.”

Ah, ternyata ilmu saya masih sangat cetek dalam dunia literasi. Mas Joni Ariadinata dengan bijak menyebutkan sebuah novel bertema pelacuran, yang menggambarkan hubungan suami istri bukan seperti proses alat reproduksi pelajaran biologis . Hal yang dianggap tabu oleh penulis boleh dituliskan, dengan…simbolisasi. Saya ingat sekali mas Joni memberikan nasehat,

“kamu kan bisa menggambarkan hubungan lelaki perempuan seperti setangkai bunga dan kumbang yang menghisap madu?”

Ups, saya benar-benar terpana. Dan sungguh banyak belajar.

Bila anda membaca Gadis Berbunga Kamelia – Alexander Duma Jr, sungguh tak ada adegan ranjang meski pekerjaan Margeurite adalah penjaja cinta. Pemuda yang jatuh cinta padanya dengan tulus – Armand Duval- mengantarkan Margeurite hingga pintu apartement. Disitu telah menunggu Count D., sang pelanggan. Margeurite menyapa Count dengan manis, meninggalkan Armand sendiri. Margeurite dan Count naik ke lantai atas, lalu mereka berdua mematikan lampu.

Cukup disitu, dan kita mendapatkan gambaran bagaimana hubungan Margeurire dan para pelanggan cintanya.

Saya belajar banyak dari orang-orang berilmu tentang bagaimana mengungkapkan dakwah indah dengan tulisan. Kita boleh membahas tema apa saja : cinta, pelacuran, hubungan sejenis, politik, pembunuhan, detektif, fantasi dll tetapi semua tidak meninggalkan ciri khas seorang penulis santun. Saat ia menyampaikan, tujuan kisahnya adalah untuk memberikan hikmah dan pengajaran, bukan mengajari kesesatan.

Bagi saya pribadi, FLP memang anugerah bagi bangsa Indonesia.

Berhimpun remaja, anak-anak, orangtua, yunior senior, menyebarkan semangat literasi. Ditengah kesulitan ekonomi dan apapun keputusan pemerintah, FLP terus bergerak dengan dakwah yang manis, menghibur, dan memberikan edukasi.

Bersambung.

0 komentar:

Posting Komentar